Kamis, 02 Agustus 2012

STORY OF MY LIFE (cerpen)

cerita ini merupakan cerita paling kagak jolas :D
Trus karna berhubung saya lagi kurang kerjaan, di post aja deh. Mau jelek, ancur, berantakan yang penting saya happy *kagak nyambung :P

Cekidoooottttttttttttt.................

STORY OF MY LIFE
Mataku menerawang jauh kedepan. Memandang lurus-lurus. Fikiranku melayang entah kemana. Sesekali aku tersenyum dan tak jarang aku memurungkan raut wajahku. Jika seseorang melintas didepanku pasti mengira aku mengidap gangguan jiwa. Namun sayangnya itu takkan terjadi, karna sekarang aku berada didalam kamar ku. Maka takkan ada yang berperasangka seperti itu kepada ku.
Tanganku sedari tadi tak henti-hentinya memetik senar gitar. Aku tak tahu lagu apa yang ku mainkan. Aku hanya mencari nada-nada harmonis disetiap petikkannya dan menciptakan rasa nyaman ketika mendengarnya.
Tanganku mulai lelah dan aku meletakkan gitar itu disampingku, kemudian beralih menatap ponselku. Dengan lincah jari-jariku bergerak sesuai keinginannya. Namun tak ada yang menarik perhatianku. Kemudian pandangan ku jatuh ke sebuah album foto. Dengan gerakkan cepat tanganku menyambar album foto itu. Foto lama ketika aku masih duduk dibangku SMA.
Aku tersenyum memandangnya. Benar kata orang-orang. Masa SMA adalah masa yang sulit dilupakan. Masa-masa yang memberikan begitu banyak warna bagi yang merasakannya. Tak terkecuali aku. Sempat aku menolak pernyataan itu. Aku tak bahagia ketika pertama kali menginjakkan kakiku di bangku SMA. Seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa dan menikmati semua masa SMA ku. Dan sekarang apa yang terjadi? Aku ingin kembali kebangku SMA.
Ku buka salah satu foto saat pertama kali aku menginjakkan kaki ku di bangku SMA. Didalamnya terdapat dua anak manusia yang berpenampilan aneh. Eitt... tunggu, maksudku salah satu diantaranya. Dan aku sempat terkekeh pelan melihatnya.
*
Hari pertama masuk SMA. Aku benci dengan ritual semua SMA yang melakukan sesuka hati mereka untuk mengerjai junior mereka. Ya, walaupun dalam konteks formal. Tapi aku tetap tak suka itu.
“MAAAA................”
Teriakkan ku menggema disetiap sudut ruangan di dalam rumah ku. Bagaimana tidak kesal. Sejak kemarin aku berpesan kepada mama ku untuk membelikan jengkol dan pete di pasar, namun hingga sekarang kedua benda itu tak muncul-muncul. Hufftt..... kenapa harus kedua benda menjijikan itu sih? Aku tak suka baunya.
“ada apa sih sayang? Mama dibawah nih, lagi nyiapin sarapan kalian” mamakupun ikut berteriak.
Kakikupun bergegas menuruni anak tangga dan menghampiri mamaku di meja makan.
“jengkol sama petenya mana ma? Kok ga ditarok dikamarku sih? Mama jadi belikan kemaren dipasar?” tanya ku to the point.
“kamu itu ya, marah-marah mulu. Itu mama lagi suruh mang ujang naliinnya. Kamu bilangkan mau dibuat jadi kalungkkan?” mamaku berucap tanpa memberhentikan aktifitasnya menyiapkan sarapan.
“hehehehe.... aku kira mama lupa” aku nyengir mendengar penjelasan mama ku.
“yaudah sekarang kamu sarapan, ntar kamu telat lagi MOSnya. Kan dandanan kamu udah persis seperti penghuni RSJ, jadi sayang dong ga jadi ke sekolahnya. Pamer siapa yang paling mirip” ledek mama ku.
“iss... mama. Tega banget anaknya diledekin begitu” gerutuku.
“hahaha.... maaf deh sayang. Udah cepetan habisin sarapannya” suruh mama ku.
Tak lama sarapankupun telah berpindah tempat menjadi kedalam perutku. Akupun langsung bergegas kesekolah setelah meminta kalung yang terbuat dari jengkol dan pete itu dari mang ujang. Hadeehhh....... ga tega aku mengalungkannya dileher nan indahku ini.
Sesampainya di sekolah, kami para murid baru di bariskan dilapang untuk pembukaan MOS. Aku sama sekali tak tertarik memperhatikkan para senior yang bercuap-cuap ga jelas didepan sana sambil tebar pesona tentunya. Kapan lagi coba tebar pesona sama junior kalau ga sekarang.
Selama MOS berlangsung tak sedikit siswa yang dikerjai, malah kalau bisa ku simpulkan, semua peserta MOS dikerjai habis-habisan sama kakak-kakak senior. Tak terkecuali aku. Aduh.... pengen deh ku pites nih kakak-kakak seniornya. Seenaknya aja nyuruh-nyuruh juniornya. Tapi apa mau dikata memang udah itu hukumnya.
“hey kamu?” panggil seorang kakak senior.
Aku yang ga ‘ngeh’ tetap stay ditempat.
“hey kamu dengar saya tidak sih?” panggilnya lagi.
Dan aku baru menyadari kalau aku yang dipanggil. Dengan langkah berat aku melangkahkan kaki ku meninghampiri kakak senior yang memanggilku tadi. Sesampainya disana aku langsung disemprot sama kakak seniornya. Kalau bukan karna dia kakak senior udah ku piting kali tu orang.
“kamu budek ya? Dipanggil-panggil ga nyaut-nyaut” aku masih diam, tak menyaut.
“cantik-cantik budek, kasian banget loe. Sekarang kamu ikut saya” dengan diam seribu bahasa aku mengikuti kakak senior satu ini.
Lama aku berjalan mengikutinya, kenapa tak sampai-sampai juga. Emangnya aku mau dibawa kemana sih sama ni orang.
Ku lihat banyak cewek-cewek histeris ketika kakak senior itu lewat. Yap, memang ku akui kalau kakak yang satu ini memiliki wajah yang tampan. Tapi untuk apa punya tampang cakep kalau aneh. Gimana ga aneh coba, dari tadi jalan kok ga nyampek-nyampek juga. Emangnya dia mau nyuruh aku ngapain sih? Murtein ni sekolah? Huh....
Bosan sedari tadi melangkahkan kaki tak tahu tujuannya, akhirnya ku beranikan diriku bertanya kepada kakak senior yang aneh bin ajaib ini.
“ehmm ka...” kakak itupun menoleh sejenak kearah ku kemudian menghadap kedepan kembali tanpa memberhentikan langkahnya.
Aku melengos kesal ‘Huh.... sabar’ batin ku. kemudian kembali ku gerakkan alat ucapku “ka, emangnya kita mau kemana sih? Dari tadi kok ga nyampek-nyampek? Kakak mau nyuruh aku muterin ni sekolah?” ceplosku akhirnya.
Kakak senior –yang tak ku tau namanya- itu tersenyum kemudian memberhentikan langkahnya “sekarang udah sampe” ucapnya.
Tak sadar atau bagaimana, aku tengah berada di tengah taman yang menurut penglihatan ku lumayan indah dan terawat. Aku sempat melongo memandang taman ini dan seketika terpecah ketika suara kakak senior itu mengngagetkan ku.
“hello... are you here?” kakak senior itu melambaikan tangannya tepat dihadapan wajahku.
“eh... iya ka” gugupku.
Kakak senior itu tersenyum. Dan baru ku sadari senyumnya manis sekali dan mengingatkkan ku pada seseorang yang sangat kurindukan.
“loe ga papakan via?” tanyanya.
Aku mengenyitkan dahi ‘kenapa dia tau nama gue?’
Kembali kakak senior itu tersenyum dan melanjutkan kata-katanya “loe beneran udah lupa gue? Tega banget sih loe” ekspresinya berubah menjadi cemberut.
Aku hampir saja terkekeh melihat ekspresinya, seperti anak kecil yang merengeng minta dibelikan permen namun tidak diberikan oleh orang tuanya. Kurang lebih begitu.
“hmm.... maaf ka. Aku beneran ga tau” ujarku pelan.
“kasian banget ya gue dilupakan sahabat kecilnya gitu aja. Padahal gue baru pertama kali ngeliat dia langsung ngenalin dia. Ckckckckc” kakak senior itu geleng-geleng kepala.
“sahabat kecil” ucapku pelan.
“iya sahabat kecil. Loe punya sahabat kecilkan. Yang pindah ke Singapore 12 tahun yang lalu?” tanyanya lagi.
Otakku kembali membuka memori lamaku, sedetik kemudian aku tersenyum dan menyebutkan satu nama “Alvin...”
Kakak senior itu tersenyum lebar “akhirnya ingat juga loe” ucapnya.
“loe beneran Alvin. Alvin Jonathan gue? Upss....” aku keceplosan menutup mulutku dengan kedua tanganku.
Alvin –kakak senior itu- mamandangku jahil, “apa tuh maksudnya Alvin Jonathan gue? Perasaan gue bukan punya siapa-siapa deh”
“ahh.... Alvin nyebelin deh”
“hahahaha..... loe ga kengen sama gue? Ga pengen meluk gue gitu?” tanyanya seraya membuka kedua tangannya lebar-lebar.
Aku berhambur kedalam pelukkannya melepaskan kerinduan selama 12 tahun tak berjumpa.
Aku meregangkan pelukanku dan mendongakkan kepala ku, “loe kok ga bilang-bilang sih udah balik ke Indonesia?”
“loe juga kenapa ga bilang-bilang kalo udah pindah dari Bandung?” aku nyengir kuda.
“sorry... oya sejak kapan loe di Jakarta?”
“hmm.... 6 bulanan kayaknya” aku merengut.
“ah.... lama amat. Iss... gue kangen banget tau ga sama loe. Trus tadi kok loe ngenalin gue? Gue aja ga ngenalin loe?” tanyaku penasaran.
Alvin senyum “loe ga punya kaca ya di rumah? Muka loe itu ga ada perubahan banyak dari kecil. Tetap aja jelek, hehehehe” aku mencubit pelan pergelangan tangannya.
“loe tuh yang jelek makanya gue ga ngenalin loe”
“eh, mumpung loe lagi dandan ala penghuni RSJ gini mending kita foto yukk...” ajaknya sekalian ngeledek aku.
“alah, bilang aja pengen foto sama artis. Guekan sebelas duabelas gitu sama selena gomes” nasisku.
“narsis banget loe. Udah liat tuh kamera, 1... 2... 3... ciieessssss” satu foto berhasil ku abadikan.
*
Aku tersenyum memandang dua anak manusia itu. Saat itu penampilan ku sangat-sangat buruk, dan berbanding terbalik dengan orang yang berfoto bersama ku. Dia terlihat tampan dengan senyuman khasnya.
Ku buka lagi lembar berikutnya, terdapat fotoku dan Alvin ketika berada dipantai. Alvin tahu kalau aku sangat menyukai pantai, maka dari itu ia mengajakku ke pantai saat itu.
Ku sentuh permukaan foto itu dan senyum kembali menghiasi wajah ku. Memoriku kembali mengulang masa itu.
*
Kakiku melangkah santai menuju perpustakaan sekolah. Aku ingin mengembalikan buku yang ku pinjam tempo hari dari perpustakaan itu. Tak lama terdengar seseorang meneriakkan nama ku, dan kakiku berhenti melangkah kemudian aku membalikkan badanku menoleh arah asal suara.
Aku tersenyum ketika tahu siapa yang meneriakkan nama ku. Alvin. Yap, dia orangnya.
“Viaa...” tubuhnya semakin lama semakin mendekat. Aku tetap diam ditempat.
“Vi, nanti sore loe ada acara ga?” tanyanya setelah tepat berdiri dihadapan ku.
Aku menggeleng “ga ada. Emang kenapa?”
“nanti sore gue jemput jam 4 sore. Gue mau ngajak loe kesuatu tempat” Alvin tersenyum sebentar dan kembali melangkahkan kakinya meninggalkan ku.
Aku menggelengkan kepalaku pelan ‘dari dulu sampai sekarang. Sifatnya ga pernah berubah. Selalu memaksakan kehendakknya’.
Aku teringat tujuan awal ku. Aku kembali melangkahkan kaki ku menuju perpustakaan.
Lonceng pulang sekolah akhirnya berdentang. Semua murid berhamburan keluar kelas. Akupun tak tinggal diam. Kakiku bergerak cepat meninggalkan pekarangan sekolah menuju gerbang sekolah dan tak lama pak Danu datang menjemputku.
Tak terasa waktu berputar sangat cepat. Aku melihat jam yang tergantung manis didinding kamar ku. 15:55. 5 menit lagi Alvin datang menjemputku. Aku kembali melihat pantulan diriku dicermin. Sempurna. Aku terlihat sangat manis walau hanya dengan pakaian sederhana.
TIINNN.... TINNNN....
Itu pasti suara motor Alvin. Aku bergegas meninggalkan kamar ku dan menuruni anak tangga dengan berlari-lari kecil.
Alvin tersenyum manis ketika melihatku turun dari lantai dua rumahku. Ketika aku datang Alvin tengah duduk bersama mamaku diruang tamu. Akupun menghampiri mereka dengan senyum merekah.
“sorry Vin, loe udah lama nunggu ya?” tanya ku basa basi.
“enggak kok” jawabnya singkat, “loe udah siapkam Vi, berangkat sekarang aja yuk entar kesorean” ajak Alvin.
“yaudah... hati-hati ya Vin bawa motornya. Tante titip Via” ujar mamaku.
“sipp. Tante tenang aja, Via aman kok sama Alvin” sahut Alvin sambil mengacungkan jempolya.
Lagi-lagi aku hanya tersenyum mendengar celotehannya “yaudah ma, Via sama Alvin pergi dulu ya”
Mamaku mengangguk “Hati-hati”
Motor Alvin melaju dengan kecepatan normal. 10 menit selama diperjalanan kami diam, tak ada yang membuka pembicaraan.
Tak lama Alvin membuka helm fullfacenya “Vi, loe ga pegangan? Ntar jatoh loe” ujar Alvin sedikit berteriak.
“ga ahh....” tolakku.
“iss.... bandel banget sih, ntar loe jatoh gue juga yang dimarahi nyokap loe” Alvin menarik paksa tanganku dan melingkarkannya diperutnya.
Wajahku berubah warna, aku dapat merasakan itu. Jantungku juga ga bisa diajak kompromi. Huffttt..... rasanya jantungku mau lepas dari tempatnya. Aduh... perasaan apa ini?
Motor Alvin berhenti perlahan. Aku dan Alvin turun dari motor Alvin. Aku memandang hamparan pasir putih dan laut yang membentang luas dihadapan ku. Kedua sudut bibirku tertarik keatas dan menimbulkan sebuah senyuman lebar.
“bagus banget Vin. Loe masih ingat aja kalo gue suka pantai” ujarku senang.
“hehehehe.... iyalah. Apa sih yang ga gue tau tentang loe” pipiku kembali memanas.
Alvin menarikku mendekat ke pantai. Ku biarkan kaki ku terkena air pantai. Aku senang banget bisa datang ketempat ini.
Kurasakan percikan air mengenai permukaan wajahku dan langsung kupalingkan wajahku mancari siapa yang menyipratkan air laut itu. Alvin.... Ku lihat dia tertawa ketika wajahku merengut kesal terkena air laut. Tak mau kalah, aku membelasnya menyipratkan air laut itu ke arahnya. Dan akhirnya perang airpun terjadi.
Lelah siram-siraman kami memutuskan duduk ditepi pantai sambil menunggu sunset. Alvin bergerak merogoh salah satu sakunya dan mengeluarkan handphonenya.
“foto yuk Vi” ajaknya.
Aku mengangguk senang. Aku hampir saja lupa mengabadikan momen-momen indah ini.
“iya ayukk... hampir aja lupa foto-foto” seruku senang.
“yee.... maniak foto”
“biarin, wekkkq. Yaudah cepetan fotonya”
Alvin mengangkat handphonenya.
Jeprreeetttttt
Jeprreeetttttt
Jeprreeetttttt
Kami berfoto-foto dia. Telah banyak pose kami pertontonkan, dan foto yang terakhir foto yang paling ku sukai. Alvin merangkulku hangat kemudian aku dan Alvin tersenyum manis.
Aku selalu mengingat kejadian itu. Rasanya takkan mungkin bisa terlupakkan oleh ku. Takkan pernah.
*
Aku tersenyum lebar mengingat kejadian itu, ingin rasanya mengulang kembali masa-masa itu. ‘Ah.... pengen ngulang lagi’ teriakku dalam hati.
Lembar berikutnya kembali ku buka. Aku kembali tersenyum melihatnya, dan kejadian itu satu dari beberapa kejadian yang penting dalam hidupku. Saat itu bermaca-macam perasaan berkecamuk dihatiku, namun akhirnya rasa bahagia yang teramat kurasan.
Semua orang-orang terdekatku sekongkol menggerjaiku. Aku yang tak sadar tengah masuk kedalam perangkap mereka mengikuti alur permainan mereka. Huffttt.... saat itu perasaan sedih, kesal, jengkel, marah, takut, terharu, senang menyatu menjadi satu. Dan aku tak tahu bagaimana mengungkapkannya.
Yap... foto itu adalah foto yang diambil ketika perayaan pesta kejutan ulang tahun untukku. Di dalam foto itu wajahku penuh dengan krim kue. Padahal menurut ku dari pada dilempar kewajahku yang imut ini mending dimakan. Bener ga? Hehehehehe.....
*
Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku dan keluargaku menyempatkan untuk sarapan bersama. Ini merupakan salah satu momen yang sangat kusukai dalam tradisi di keluargaku. Kapan lagi coba kumpul bareng keluarga, kalau ga saat sarapan seperti ini.
“pagi semuanya.......” sapa ku, namun tak ada satupun anggota keluarga ku yang menyahuti sapaan ku.
Aku memandang heran kearah mereka dengan dahi yang berkerut, ‘biasanya pada jawab kalo gue sapa, pada kesambet ya?’batinku.
Aku sukses mendudukan pantatku dikursi meja makan. Ku pandangi satu-satu anggota keluargaku. Mulai dari Papa, Mama, Ka Iel, dan terakhir Acha adikku. Aku semakin bingung, kenapa mereka semua?
“kalian kenapa sih, kok lihat Via segitunya? Ada yang aneh ya?” tak ada yang menjawab, mereka kembali sibuk dengan makanan mereka.
Aku kembali bertanya “ma kenapa sih?”
“Via, kamu ga sadar apa yang telah kamu lakukan terhadap keluarga kita?” tanya mamaku penuh penegasan disetiap katanya.
Aku semakin bingung, ‘emangnya aku ngapain?’ batinku bertanya.
“emang Via ngapain ma?” tanya ku.
“udahlah Vi, ga usah banyak ngomong deh loe. Huhhh.... ma, pa Iel diluan deh. Muak Iel disini” ujar ka Iel yang sedetik kemudian meninggalkan meja makan.
“Acha juga” susul Acha.
‘kenapa sih mereka?’ bingungku semakin bertambah.
“Via, papakan ga pernah ngajarin kamu hal-hal yang burukkan ? kenapa kamu lakuin ini sama keluarga kita? Papa ga percaya Via tega ngehancurin keluarga kita” ucap papa tegas.
“aduh pa... sumpah Via ga ngerti apa-apa. Emang ada apa sich?” aku semakin penasaran.
Apa yang telah kulakukan sampai-sampai seluruh anggota keluarga memandangku benci. Aku tak tahu apa yang telah kulakukan sampai membuat mereka marah kepada ku. aku ga ngerti.
“Via, apa yang kamu lakuin kemaren sama Laptop papa? Kenapa file penting papa hilang semua. Trus, kenapa tunggakan ATM kamu melebihi batas wajar? Hah... jelasin ke papa?” tanya papa sedikit membentakku.
“WHAT...?”
“cepat jelaskan sama papa” tegas papa.
“Via ga ada ngelakuin apa-apa kok pa. Via ga negerti sama apa yang papa bilang, sumpah Via ga ngerti” aku hampir menangis karna tuduhan papa ini.
“Via sebaiknya kamu jujur aja sama papa. Kemaren pas papa pulang dari kantor kamukan yang megang tas kerja papa, trus papa suruh antar ke ruang kerja papa. Iyakan?” ujar papaku lagi.
Setetes air mata jatuh dari bola mata ku “iya Via yang ngantar tas papa, tapi Via ga ngelakuin apa-apa pa” belaku.
“jadi kenapa file penting papa hilang semua pas papa liat di kantor. Kamu tau dampak kalakuan kamu ini ? Hah.. Tau ga? Kita hampir aja bangkrut. Itu semua karna kamu. Trus satu lagi, tunggakan ATM kamu melebihi batas yang bisa papa bayangkan. Dan ini memperparah keuangan kita Via” murka papaku.
Aku tak pernah melihat papa semarah ini samaku. Air mataku kembali menetes dengan derasnya. ‘apa yang harus kulakukan’ batinku.
“udah pa, tenang pa. Nanti penyakit jantung papa kumat” mamaku mencoba menenangkan papa. “Via sebaiknya kamu pergi ke sekolah sekarang juga. Ntar papa kamu tambah ngamuk liat kamu terus disini” ujar mamaku dingin tanpa memandang aku.
‘apa ? mama juga ikut memojokkan ku? kenapa ini bisa terjadi sama ku Tuhan? Aku tak tau kenapa bisa terjadi seperti ini dikeluarga ku?’ batinku.
Aku melangkah gontai meninggalkan rumahku. Aku berjalan menuju mobil dan masuk kedalamnya. Aku melirik kearah pak Danu, ia tampak melirikku dengan tatapan sinis.
‘bahkan pak Danu juga membenciku. Kenapa ini terjadi Tuhan? Aku merasa tak pernah melakukan semua tuduhan yang dituduhkan mama papa kepada ku. bantu aku ya Tuhan’
Aku terus meneteskan air mata sepanjang jalan menuju sekolah. Sesampai disekolah aku menghapus air mataku.
Kakiku mulai melangkah memasuki areal sekolah dan aku melihat Alvin diparkiran motor. Aku melangkah menghampirinya, mungkin Alvin bisa memberikan sedikit ketenangan dan solusi buat ku dalam masalah yang tak pernah kulakukan ini.
Belum sampai aku melangkah ke parkiran motor, Alvin berbalik arah dan melihat kearahku. Aku mencoba tersenyum kearahnya, namun apa yang ku dapatkan? Alvin menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Aku berhenti melangkah dan saat itu juga Alvin pergi meninggalkanku.
‘cobaan apa lagi ini Tuhan? Kenapa semua orang yang dekat dengan ku meninggalkanku dan bersikap acuh terhadap ku?’ batinku dan aku kembali menangis.
Aku menghapus air mata ku pelan dan berjalan meninggalkan parkiran motor menuju ruang kelas ku. Tak lama lonceng berbunyi yang menandakan proses belajar mengajar segera dimulai.
Saat pelajaran dimulai, fikiranku melayang entah kemana. Aku tak fokus terhadap materi pelajaran yang disampaikan guruku hari ini. Hingga tak terasa lonceng istirahat telah berkumandang beberapa menit yang lalu.
Ku tolehkan kepalaku keluar jendela dan aku mendapati sosok Alvin berjalan melewati kelasku, tak ingin membuang waktu aku segera berlari menjumpai Alvin.
Ku tarik tangan Alvin. Dan berhasil. Ia berhenti di depanku dan berbalik menghadapku, namun raut wajahnya seketika berubah ketika melihat kalau akulah orang yang telah menarik tangannya. Alvin menghentakkan tangannya kuat hingga genggaman tanganku terlepas dari tangannya. Aku memandang wajah Alvin sambil mengerutkan kening.
“loe kenapa sih Vin? Kok ngejauhin gue gitu?” tanyaku menatap wajah Alvin namun ia tak mau menatap wajah ku.
“gue ada salah ya sama loe? Kalo ada, gue minta maaf sama loe. Please, bilang kenapa loe diamin gue?” paksa ku.
Alvin merengut kesal “Ck. Udahlah Vi, gue bosen liat tingkah loe sekarang. Gue muak. Tolong sekarang loe tinggalin gue” ucap Alvin dingin.
Aku kembali meneteskan air mata ku, ‘apa yang kulakukan, sampai Alvin mengucapkan kata-kata seperti itu kepada ku?’
“gue ada salah apa sih sama loe Vin? Kasih tau gue. Please...” mohonku.
Alvin terus berjalan meninggalkanku, aku tak tinggal diam. Aku mengikuti kemana dia pergi. Dan Alvin berhenti tepat ditaman pertama kali ia mengenalkan diri sebagai sahabat kecilku. Aku pun ikut berhenti, kemudian Alvin membalikkan badannya mengahadapku.
“ngapain sih loe ngikuti gue? Ga ada kerjaan ya loe?” bentaknya.
Aku terkisap. Alvin yang kukenal tak pernah membentak ku seperti ini. Kini membentakku. Apa yang telah kuperbuat hingga begitu fatal baginya. Apa?
“please Vin, jawab pertanyaan gue. Loe kenapa jadi dingin gini sama gue?” tanya ku, air mata ku kian deras menetes hingga membanjiri pipiku.
“jadi loe ga sadar juga? Gue ga nyangka loe tega giniin gue. Mana Via sahabat gue yang dulu, yang ga pernah ngecewain gue. Mana?” aku masih saja nangis dan dengerin ocehan Alvin.
“gue ga nyangka loe berubah Vi. GUE GA NYANGKA” ucap Alvin memberi penekanan pada akhir kalimatnya.
“sebenarnya salah gue apa sih Vin. Sumpah gue bingung banget. Jelasin sama gue” pintaku pada Alvin yang masih berdiri didepan ku dengan wajah merah padam menahan marah, kecewa atau apalah itu.
“oke. Kemaren loe kemana? Gue udah nunggin loe dari jam 4 sore sampe jam 12 malam di Cafe tempat biasa kita nongkrong, tapi loe ga datang-datang juga. Loe udah buat malu gue tau ga. Gue nungguin loe sampe berjam-jam, sampe-sampe pelayan Cafe itu nyuruh gue pulang karna loe ga datang-datang. Tus sekarang loe tanya apa salah loe sama gue? Huh...” Alvin menghela napas sejenak “ trus tadi pagi ka Iel cerita kalo perusahaan bokap loe hampir bangkrut dan itu semua karna loe yang udah ngilangi file penting bokap loe trus make ATM ngelebihin batas. Gue ga tau kenapa SIVIA yang gue kenal sekarang berubah drastis” ucap Alvin memberi penekanan pada nama ku.
“gue ga pernah tau kalo loe ngajakin gue ketemuan di Cafe, trus yang di bilang ka Iel itu gue ga ngerasa ngelakuin itu. Please Vin percaya sama gue. Gue ga pernah ngelakuin apa yang lo tuduhin ke gue tadi” bantahku pelan.
“gue ga nuduh. Itu semua kenyataannya. GUE BENER-BENER KECEWA SAMA LOE” ucap Alvin pelan dan memberi penekatan pada kalimat terakhirnya.
Aku terduduk lemas di kursi taman. Menangis dan terus menangisi semua yang tak pernah ku lakukan. Aku tak berniat kembali kedalam kelas. Aku berjalan kearah UKS dan berbaring disana masih dalam keadaan menangis. Kemudian aku mengetikkan pesan singkat kepada Shilla teman sebangku ku untuk mengizinkanku kepada guru yang mengajar.
Akhirnya lonceng pulang sekolah benbunyi. Keadaan sekolah sudah sepi. Aku bangkit dari tidur dan pergi menuju kelas ku, baru melangkah beberapa langkah Shilla datang menghampiri ku sambil membawa tas ku.
“Vi loe ga papakan? Bisa pulang sendiri atau gue anterin pulang?” tawar Shilla.
Aku menggeleng dan tersenyum “ga usah. Gue udah ga papa kok. Loe pulang aja, gue dijemput kok” tolakku halus.
“yaudah deh. Kalau gitu gue pulang diluan ya” aku mengangguk kembali.
Huftt..... aku berjalan pelan meninggalkan lingkungan sekolah dan berjalan perlahan menuju gerbang sekolah. Ternyata pak Danu sudah menjemputku. Aku menghampiri mobilku dan masuk kedalamnya.
Sepanjang perjalanan aku terus memandang keluar jendela. Aku tak mengerti mengapa masalah ini bisa menimpahku. Dan yang membuatku tak percaya semua orang membenciku karna masalah yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Aku hanya bisa pasrah setelah ini. Aku ga tahu apa yang akan ku lakukan.
Setelah sampai dirumah. Aku berjalan pelan dan membuka pintu rumahku.
SURPRISSEEEEEEE.........................
Teriakkan itu memenuhi telingaku, bahkan setelahnya kudengar suara letupan-letupan kecil dan suara terompet. Aku memandang takjub dihadapanku. Semua anggota keluargaku termasuk Alvin berada dihadapan ku. Dan ku lihat kesekelilingku, disana sini diberi hiasan.
Aku memandang mereka tak percaya sambil meneteskan air mata. Kemudian mereka menyanyikan lagu happy brithday untukku. Tuhan.... Kenapa aku lupa hari ulang tahunku sendiri. Aku terus tersenyum sambil melangkahkan kakiku menghampiri mereka semua.
Happy brithday Via
Happy brithday Via
Happy brithday, Happy brithday...
Happy brithday Via
Semua bertepuk tangan sambil tersenyum manis kearah ku. Dan aku baru sadar kalau yang tadi pagi mereka lakukan terhadap ku hanyalah akting. Semua pura-pura.
“ayo... Make a wish, trus tiup lilinnya” suruh mamaku seraya mendekatkan kue tart yang dipegang ka Iel kepadaku.
Akupun memejamkan mataku dan mengucapkan doaku.
‘semoga aku dan orang-orang yang kusayangi bahagia selamanya. Amin’
Kemudian ku buka mata ku dan ku tiup lilin yang berada diatas ku tart ku itu.
“selamat ya sayang ,sekarang kamu udah 17 tahun. Semakin dewasa ya sayang” ujar mamaku memelukku dan mencium keningku.
“selamat ulang tahun ya sayang. Maaf ya tadi pagi marah-mara sama kamu, hehehehe” ucap papaku seraya menariku kadalam pelukkannya dan mencium keningku.
Aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum dan menangis. Menangis bahagia tentunya.
“VIAAA.... Happy Brithday ya adek ku sayang. Semoga bawelnya berkurang” ucap ka Iel sambil memelukku erat dan langsung dapat hadiah cubitan dari ku tepat dipinggangnya.
“Kakak PIA.... selamat ulang tahun ya. Hehehehe.... Gimana rasanya dikerjai tadi pagi?” tanya Acha sambil memelukku erat seperti ka Iel.
“Stres banget tau ga. Gue ga tau apa-apa dituduh macem-macem” gerutuku kesal.
“HAHAHAHA”
Semuanya tertawa mendengar perkataanku.
“non, selamat ulang tahun ya” ucap bi Nani menjabat tanganku.
“makasih bi”
“neng, Via selamat ulang tahun ya” ucap mang ujang juga menjabat tangan ku.
Aku tersenyum “makasih mang”
“non, selamat ulang tahun ya” ucap pak Danu, “maaf ikutan Sinisin non tadi pagi, hehehehe”
“makasih pak, ga papa kok. Via seneng bisa dapat kejutan dari kalian semua” ujarku masih dengan senyum merekah.
“Vi, loe mau tau siapa yang ngerencanain ini semua?” aku mengangguk pasti.
“tuh, dibelakang loe orangnya” akupun berbalik dan melihat Alvin nyengir gaje dibelakangku.
Aku langsung menatap Alvin dengan tatapan mematikan “awas loe Vin, diterkam singa betina” celetuk ka Iel.
Aku ga menggubris. Aku tetap terus berjalan kedepan menghampiri biang kerok dari semua ini “ kenapa loe senyam-senyum gitu? Puaskan loe ngerjain gue?” ujarku sinis.
“hehehehe, sorry sengaja”
“Ahhh.......... Alvin loe tau ga betapa tersiksanya gue gara-gara kerjaan loe?” aku mencak-mencak ditempat dan ku dengar cekikikan kecil dibelakangku.
“hiks... hiks... gue tadi takut banget tau ga pas loe bentak-bentak gue di sekolah” tangis ku sambil memeluk tubuh Alvin. “gue kira loe beneran marah sama gue. Padahalkan loe dari kemaren ga ada sms ataupun telpon gue bilang ketemuan di Cafe biasa kita nongkrong hiks...” Alvin mengelus pelan kepala gue.
“hehehe... Sorry ya Vi” ucap Alvin.
“ehmm.... enak banget nih ka Via dipeluk ka Alvin. Achakan juga pengen dipeluk”
“yeee..... ngarep loe” ujar ka Iel sambil noyor kepala Acha.
“sakit tau” gerutu Acha memegangi kepalanya yang ditoyor ka Iel.
Akupun melepas pelukkan ku dari Alvin, “eh, Vi kuenya kok ga dipotong sih?” tanya ka Iel.
“yeee.... Bilang aja loe lapar ka”
“hehehe... tau aja loe Vi”
“nih ka potong” akupun memoton kuenya dan potong pertama ku kasih sama mama papaku.
Aku kembali ingin memotong kuenya tapi dengan kecepatan kilat tangan Alvin menubrukkan kue tart itu ke wajahku. Alhasil wajah ku nan cantik ini penuh dengan krim kue.
“Aahhhhhhh....... ALVVINNNNNN” teriakku, “awas loe” sambungku.
Dan jadilah perang kue antara aku, ka Iel,Acha dan Alvin tentunya. Kemudian papa mengambil kameranya.
“foto dulu yuk” ajak papaku.
“yah papa, kok ga dari tadi sih pas Acha masih cantik. Sekarangkan udah kayak orang gila, baru papa ajak Foto” gerutu Acha.
Aku terkekeh pelan “udah ayo foto. Tetap cantik kok loe Cha, walau cantikan gue” narsisku.
“huhhh................”
Beberapa foto sukses masuk kedalam memori kamera yang papa pegang. Dan ini perayaan ulang tahun paling berkesan menurutku. Aku bahagia.......
*
Senyumku kian merekah mengingat kejadian itu. Aku makin sayang sama seluruh anggota keluarga ku.
Kembali ku buka lembar album foto itu. Wajahku berubah menjadi sendu mengingat foto itu. Foto itu adalah foto terakhir kalinya aku berjumpa dengan Alvin. Foto dimana pengumuman kelulusannya. Saat itu aku dan Alvin tersenyum lebar, dimana Alvin dengan bangganya menjulurkan kertas yang bertuliskan kata “LULUS” kedepan kamera menggunakan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya merangkulku. Dan itu terjadi 4 tahun yang lalu sebelum ia memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di London.
Aku rindu senyumnya, aku rindu bau tubuhnya, aku rindu semua yang ada didirinya dan aku ingin menjawab pertanyaan terakhirnya sebelum keberangkantannya ke London.
*
“YEEE.... GUE LULUS” teriak Alvin ketika membaca surat yang berada ditangannya.
Aku yang melihat tingkahnya hanya tersenyum. Sedetik kemudian Alvin menarikku kedalan pelukkannya.
“Vi gue lulus, gue lulus” ucapnya lagi.
Aku tersenyum dan mengangguk “iya Selamat ya” ujarku memberi selamat.
“oya, foto yuk” ajak Alvin dan aku hanya mengaguk senang.
“eh, Ko fotoin gue bentar dong” Alvin memberikan kameranya kepada Riko teman sekelasnya.
Jepretttttt
“narsis banget gaya loe Vin” ujar Riko sambil mengembalikan kameranya.
Aku dan Alvin tersenyum melihat foto itu. Kemudian Alvin menyimpan kembali kameranya. Dan senyum Alvin memudar seketika.
“loe kenapa? Kok sedih gitu? Seharusnya loe senang dong. Aneh loe” cetusku heran melihat pria yang berdiri dihadapanku ini.
“gue seneng kok bisa lulus, tapi... tapi...”
Aku mengertkan kening “tapi apa Vin?” tanya ku penasaran.
“emm Vi, loe jangan marah ya”
Aku semakin bingung “kenapa sih? Ga usah bikin gue tambah bingung deh” desakku.
“beberapa minggu yang lalu nyokap bokap gue nyuruh gue ngelanjutin kuliah gue di London” ucap Alvin pelan.
What...... Berarti Alvin bakal ninggalin gue lagi dong. Akupun menggeleng pelan dan menahan air mata ku meluncur keluar.
“ga... ga... loe ga ga boleh ninggalin gue lagi. Udah cukup loe ninggalin gue 12 tahun” tolakku “trus sekarang loe mau pergi lagi ninggalin gue. Loe tega banget ninggalin gue Vin. Gu benci sama loe. BENCI” aku berlari meninggalkan Alvin dan pergi mencari taksi dan pulang kerumahku.
Sepanjang perjalanan aku menangis dan tak lama ketika sampai di rumahku, aku berlari kedalam kamar ku sambil sesekali menyekah air mata ku. Mamaku yang melihatku nangis heran.
“Vi, kamu kenapa sayang kok nangis gitu?” tanya mamaku sambil mengetuk pelan pintu kamarku.
Aku tak menyaut tetap menangis sambil memeluk gulingku. Kemudian terdengar suara Alvin dibalik pintu seraya mengetuk-ngetuk pelan pintu kamarku.
“Vi, buka dong pintunya. Gue mau ngomong sama loe” pinta Alvin, “loe jangan gini dong. Please bukain pintunya” sekali lagi Alvin berucap.
aku tetap menangis diatas tempat tidurku tanpa berniat membukakan pintu untuknya, “loe jahat Vin, jahat. Kenapa loe mau ninggalin gue lagi. Loe ga tau apa perasaan gue ke loe gimana? Loe jahat Vin” gumamku pelan.
“yaudah kalo loe ga mau bukain pintunya. Gue Cuma mau bilang besok pesawat gue berangkat jam 8 pagi. Dan gue harap loe mau datang ketemu sama gue untuk yang terakhir kalinya” ucap Alvin dan setelah itu tak terdengar lagi suara Alvin dibalik pintu.
Tangisku semakin kuat “gue ga mau loe pergi Vin. Please ngertiin gue”.
Sejak semalam aku ga keluar kamar dan pagi ini kudengar ka Iel ngetuk pintu kamarku, “Vi loe ga mau ke bandara nemuin Alvin?” tanyanya.
Aku diam tak menyahut “Vi, ini terakhir kalinya loe bakal ketemu sama Alvin. Please Vi loe keluar ya” pinta ka Iel dan aku masih diam bergeming.
“oke. Kalau itu memang keputusan loe gue ga akan bujuk loe lagi. Gue, Acha sama Papa Mama kebandara dulu nganter Alvin
Aku bingung. Disatu sisi aku ga ingin Alvin meninggalkan ku dan dilain sisi aku ingin melihat Alvin walau untuk yang terakhir kalinya. Dan aku bergegas ke kamar mandi mencuci muka ku dan mengganti pakaianku. Kemudian berlari keluar rumah.
‘Semoga saja mereka belum berangkat ke bandara’
Bantinku benar “tunggu gue ikut” teriakku.
Aku langsung masuk kedalam mobil dan sedetik kemudian mobil yang dikendarain papaku melaju dengan kecepatan normal. Aku yang tak sabar ingin cepat sampai dibandara mendesak papaku untuk menambah kecepatan.
30 menit kemudian kami sampai dibandara. Aku berlari mencari keberadaan Alvin. Dimana dia? Semoga aku tak terlamabat. Aku terus berlari dan sosok yang kucari tengah berdiri tegap melihat karah ku.
Aku langsung berlari kearahnya dan mendekap tubuhnya erat, “akhirnya loe datang Vi. Gue kira loe ga bakalan datang ngeliat gue?”
“sorry gue egois sama loe. Sorry” ucap ku menangis sesenggukan.
“ga papa kok. Gue ngerti sama perasaan loe. Karna sejujurnya gue berat ninggalin loe. Gue berat banget ninggalin kepingan hati gue di sini” aku terdiam dan melepaskan pelukkan ku.
Aku menatap Alvin bingung, apa maksudnya coba?
Alvin tersenyum kearah ku. Ditarikknya kedua tanganku dan digenggamnya erat “sorry, selama ini gue udah diam-diam suka sama loe. Buka suka tapi CINTA. Gue cinta sama loe” aku terdiam terpaku mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Alvin “gue udah mendam perasan ini sejak lama, sejak kita pertama kali dipertemukan kembali disekolah. Dan disini gue mau bilang sama loe kalo gue cinta banget sama loe. Loe mau ga jadi cewek gue?”
Aku terdiam. Tak sanggup berkata apa-apa. Aku ga percaya kalau perasaan ku dan Alvin sama.
“dan loe ga perlu jawabnya sekarang. 4 tahun lagi gue bakal balik kesini dan disaat itu loe jawab pertanyaan gue. Loe maukan nunggu gue? Loe maukan?” aku menganggukan kepala ku pasti.
“yaudah, sekarang gue pergi ya. Loe baik-baik ya selama ga ada gue disini” aku hanya bisa mengangguk.
Alvin menarikku ke dalam pelukkannya dan mengecup kening ku mesra. Kemudian dilepaskannya pelukkannya dan pergi dengan menggeret koper besarnya meninggalkan ku. Ia melambaikan tangannya dan ku balas dengan lambaian tangan ku dan sesekali menghapus air mata yang menetes dipipiku.
*
Hufftttttt.... ini sudah 4 tahun. Dan sampai sekarang Alvin belum jua menampakkan batang hidungnya. Apa ia tak tahu betapa rindunya kau terhadapnya. Sekian lama aku setia menunggunya dan sampai sekarang ia tak muncul-muncul.
‘Apa kau melupakan janji mu Vin?’
Drrtttttt
Handphone ku bergetar. Kuraih benda mungil itu, ternyata ada pesan masuk. Kulihat siapa pengirimnya. Tak ada di Phonebook ku.
---
From: 08**********
Gue tunggu loe di taman dekat danau komplek rumah loe sekarang J
---
“siapa sih ini? Ga jelas banget deh?” ku campakkan pelan handphone ku kembali keatas ranjang ku, namun perasaan penasaranku begitu kuat.
“hadehhh..... Kenapa gue penasaran ya. Mending gue ke sana deh dari pada penasaraan” putusku.
5 menit kemudian aku sampai di taman itu, ‘Mana orang yang ngirim sms itu?’ batinku.
Pandanganku menyapu seluruh area yang dapat dijangkau pupil mataku, “huh.... awas aja ni orang ngerjain gue. Ga bakalan selamat dia sama gue” kesalku.
“gue ga ngerjain loe kok” terdengar suara orang yang selama ini aku rindukan.
Alvin’ batin ku.
Aku membalik badan ku, dan seketika itu juga tubuhku kaku tak bisa digerakkan. ‘benarkah ini? Aku ga lagi mengkhayalkan?’ batinku tak percaya.
“Hello....... Via loe ga kangen apa sama gue? Dipeluk kek guenya” sedetik kemudian aku telah berada didalam pelukan orang yang sangat aku rindukan.
“loe kok baru pulang sekarang sih? Lama amat? Loe ga kasian liat gue tiap hari nungguin loe, hah.....?” ucap ku menahan air mata.
“hehehehe, sorry ya sayang”
“sayang? Emang gue siapa loe. Enak aja pake sayang-sayang segala” hardikku dan melepaskan pelukkanku.
“oiya ya...” ucapnya sambil garuk belakang telinganya.
“oke. Hmm....” Alvin menarik napasnya sejenak.
”Vi, gue udah nepatin janji gue ke elo. Dan gue disini ingin ngungkapin lagi perasaan gue ke loe” Alvin merogoh saku celana jenasnya dan mengeluarkan kotak berwarna merah dan membukanya kemudian menjulurkannya dihadapanku “Sivia Azizah, Will you marry me?” tanyanya.
Aku terbelalak memandangnya, “dulu pas dibandara gue nembak loe sebagai pacar gue dan sekarang gue datang ngelamar loe jadi istri gue. Kamu mau ga jadi pendamping hidupku sekarang, esok dan selamanya?” tanyanya yakin.
Aku menganggung-anggukkan kepalaku “Yes, I will” akku meneteskan air mataku.
Alvin tersenyum dan berdiri kemudian memelukku erat “aku mau Vin. Aku mau jadi istri kamu” ucap ku lagi.
“makasih Vi. Aku sayang banget sama kamu”
“aku juga. Jangan tinggalin aku lagi ya”
“iya aku janji ga akan ninggalin kamu lagi”
Akhirnya aku dan Alvin kini bersatu. Aku ga nyangka perjalanan cintaku akan berakhir bahagia dengan Alvin. Aku senang banget..........
Semoga kebahagiaan ini takkan pernah luntur seiring berjalannnya waktu.
-END-

0 komentar:

Posting Komentar

Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com