Jumat, 21 Desember 2012
Foto Orang Ganteng (Gajjeeeeeeeeeeee)
Foto orang ganteng semua ini :D
Yang penting gue happy, masuk masuk-i aja kedalam blog :D
yang penting nie foto kece semua
Donghae 'Suju'
Eunhyuk 'Suju'
Donghae 'Suju'
Alvin Jonathan Sindunata
Eunhyuk 'Suju'
Donghae 'Suju'
Donghae 'Suju'
Donghae 'Suju'
Donghae 'Suju'
Eunhyuk 'Suju'
EunHae
Donghae 'Suju'
Eunhyuk 'Suju'
Eunhyuk 'Suju'
Sabtu, 04 Agustus 2012
CHORD - HO DO NA HUPILLIT
Intro : G D G C G D 2X
G D
Ho do ito na hupillit
Em D
Sian sasude na hutanda
G D
Denggan ni basami
Em G D
Uli ni rupami do mambaen
G D
Rohakku tu ho
**
G D
Modom pe au sae harsean do
Em D
Lao mamikkiri DI ujung na
G D
Jangkonnon mu do au
Em G D
Ingotton mu do au hasian
G D
Alusi au....
reff...
G D G
Dokkon ito na holong rohami
C G D C D
Laos paposhon rohakki da hasian
G D G
Husippon mai tusude dongan mi
C G D G
Rohami naung dileon ho tu au hasian
G D G C G D
kembali ke ** dan reff
G D
Ho do ito na hupillit
Em D
Sian sasude na hutanda
G D
Denggan ni basami
Em G D
Uli ni rupami do mambaen
G D
Rohakku tu ho
**
G D
Modom pe au sae harsean do
Em D
Lao mamikkiri DI ujung na
G D
Jangkonnon mu do au
Em G D
Ingotton mu do au hasian
G D
Alusi au....
reff...
G D G
Dokkon ito na holong rohami
C G D C D
Laos paposhon rohakki da hasian
G D G
Husippon mai tusude dongan mi
C G D G
Rohami naung dileon ho tu au hasian
G D G C G D
kembali ke ** dan reff
Kamis, 02 Agustus 2012
Love Story (Cerpen)
Kembali lagi dengan cerita kagak jolas :D
Moga terhibur aja deh baca ini cerpen, atau jangan-jangan malah tidur lagi sakin boringnya...
Yooo weesssssssss..............
Cekiddoootttttttttt,...................
Moga terhibur aja deh baca ini cerpen, atau jangan-jangan malah tidur lagi sakin boringnya...
Yooo weesssssssss..............
Cekiddoootttttttttt,...................
LOVE
STORY
Ini
kisah ku. Kisah hidupku yang tak sempurna.
Aku
hanya seorang gadis biasa yang memiliki sejuta keinginan dalam hidup.
Aku ingin bahagia. Hanya itu. Mungkin itu tak bisa terwujud. Huh....
mengapa aku bisa berkata kalau hidupku tak bahagia. Cuma ada satu
kalimat yang tepat mengungkapkannya. Kasih sayang orang tua. Walaupun
aku tak mendapatkan itu, aku tetap bersyukur karna masih ada
orang-orang disekitarku yang menyayangiku.
Namun
kasih sayang itu hanya ku rasakan sesaat. Tuhan terlalu sayang kepada
ku dan memberikan suatu kenyataan yang tak pernah tebayangkan olehku.
*
Pagi
hari. Aku mulai melakukan aktifitas ku sebagaimana biasanya yaitu
pergi kesekolah berjumpa sahabat-sahabat ku dan mendapatkan sedikit
kasih sayang disana.
“bi
mama sama papa mana ?” tanya ku seraya menuruni anak tangga.
“nyonya
sama tuan udah berangkat dari tadi pagi non, katanya ada meeting
mendadak di luar kota” ucap bi Minah pembantu ku.
Yap...
Papa dan Mama ku adalah seorang pebisnis handal yang tak diragukan
lagi kualitasnya. Namun karena kehandalannya itulah mereka jadi
jarang menemani anak sematawayang mereka. Aku adalah anak tunggal dan
itu membuatku kesepian setiap aku kembali mengijakkan kaki ku ke
rumah maha megah ini.
Cuma
bi Minahlah yang selalu menemani ku. Beliau telah bekerja di rumah ku
sejak aku kecil, jadi hingga aku dewasa hanya bi Minahlah memberikan
kasih sayang seorang ibu yang tak pernah kurasakan dari ibu kandungku
sendiri. Aku jadi curiga, apa aku sempat diberi ASI oleh ibu
kandungku ? Huh... Sudahlah tak perlu dibahas.
“oh,
ya udah deh bi aku langsung berangkat kesekolah ya” ucap ku kepada
pembantu kesayangan ku itu, kemudian melangkahkan kaki ku
meninggalkan dapur. Namun sesaat berhenti karna ucapan bi Minah.
“tapi
non belum sarapan, lebih baik sarapan dulu non baru kesekolah” ucap
bi Minah lagi.
Akupun
berbalik menghadap bi Minah dan kembali berjalan mendekatinya “aku
sarapan di sekolah aja bi nanti keburu siang” ucap ku sambil
tersenyum. Kemudian aku sedikit membungkukkan badan ku dan memeluk
erat bi Minah “aku sayang banget sama bibi. Makasih ya bi
perhatiannya” kata ku masih memeluk bi Minah.
“iya
non” ujar bi Minah pelan seraya mengelus pelan punggung ku.
Kemudian
aku kembali menegakkan badan ku dan berjalan keluar rumah menjumpai
pak Yadi supir pribadiku yang selalu Stand By mengantar ku kemana
saja yang ku mau.
*
Tak
lama akupun tiba disekolah dan menuju kelas ku. Baru saja aku
menjejakkan kaki ku di mulut pintu, teriakkan sahabatku langsung
mendobrak kendang telinga ku. Rasanya aku ingin langsung membasmi
manusia satu itu supaya tidak berteriak seenak jidatnya aja.
“VIIAAAA.....”
Aku
menghela napas pelan sambil menutup kedua telinga ku, dan sedetik
kemudian membalikkan badan ku menghadap orang yang meneriakkan
namaku.
“apaan
sih Shill, teriak mulu kerjaan loe” gerutu ku kesal sambil
melototkan mata ku kearahnya.
“wetss...
santai ngapa loe Vi, sensi amat pagi-pagi” ucap Shilla cengengesan
setelah berlari-lari ria mengejarku sampai kedepan pintu kelas ku.
“siapa
yang ga marah, tiap hari namanya terus diteriakkin. Ga nyante pula
tu” kesal ku sambil berjalan memasuki ruang kelas ku dan duduk di
bangku ku.
“yaelah
gitu aja sewot neng. Untung nama loe yang gue teriakkin bukan nama
pacar loe” ucap Shilla santai.
TUUKKK
Satu
jitakkan menggunakan Handphone sukses mendarat dikepala Shilla dengan
mulus.
“Adauuwwww...
Sakit gila. Gue tau loe orang kaya, jitak gue pake Handphone segala”
gerutu Shilla sambil menahan rasa sakit dikepalanya.
“makanya
ga usah bawa-bawa pacar gue loe”
“iya
iya... gue tau yang cinta mati sama Tuan Muda Sindhunata” ledek
Shilla yang masih mengelus pelan jidatnya.
“ape
loe katelah”
*
Bel
istirahat telah menggema beberapa menit yang lalu, semua manusia
penghuni SMA Visca High School berbondong-bondong menuju kantin minta
jatah makanan. Tak terkecuali aku.
Sekarang
aku dan Shilla tengah menikmati makanan kami dengan lahap. Terutama
aku yang sedari pagi belum sarapan.
“hey
Vi, makan kok ga ngajak-ngajak sich ?” ucap pangeran hatiku setelah
mendaratkan pantatnya tepat disamping ku.
“hehehehe...
Sorry. Gue laper banget, tadi ga sempat sarapan dirumah. Jadi pas bel
bunyi langsung ke sini aja” cengir ku sambil menolehkan kepala ku
ke arah Alvin. Pacar ku.
“iya
tu vin. Pacar loe gila banget. Belum juga bu Uchi keluar kelas dia
malah maen tarik tangan gue aja ke luar kelas. Untung bu Uchi
orangnya baik, jadi ga marah dia karna ada murid yang ga sopan sama
dia” ucap Shilla ga nyante.
Aku
hanya cengar-cengir gaje.
“dasar
anak bandel” ucap Alvin sambil mengacak pelan rambut ku.
“heh...
ga jual kacang ya disini” sewot Shilla melihat kemesraanku dengan
Alvin.
“makanya
cari pacar dong biar ga jual kacang terus” ledek ku kepada Shilla
yang sukses memanyunkan bibirnya.
“hahahaha....
Jelek loe Shill” tambah Alvin.
*
Sudah
hampir 15 menit aku menunggu Alvin di parkiran, namun orang yang
ditinggu-tunggu ga nongol-nongal juga. Huft... Mana sich tu orang,
akukan udah kayak orang ga jelas berdiri terus diparkiran.
Ga
lama Alvin datang menghampiriku dengan napas satu dua. Memang sih aku
liat dia tadi lari tunggang langgang menghampiri ku, jadi niatnya
pengen marah-marah jadi ga jadi dech karna liat mukanya yang
kecapekan habis lari-lari tadi.
“hhh...
Sorry vi tadi pak Duta manggil gue, makanya lama nyampek parkirannya”
sesal Alvin.
“iya
deh, gue tau yang kapten basket pasti sibuk ngurus tim basketnya”
ucap ku pelan dan memberikan sedikit nada jutek di tengah-tengah
kalimat.
“Sorry
deh, lain kali ga bakal terlambat lagi gue” ujar Alvin kini dengan
tampang melas.
“hahahaha...
ga papa kok Alvinku sayang, gue ngerti kok” ucapku sambil tertawa.
“yeee...
kirain loe marah sama gue”
“hehehe...
gue ga akan bisa marah sama loe”
“makasih
ya sayang” ujar Alvin sambil mendekat kearah ku dan ingin
memelukku.
“eitss...
masih dilingkungan sekolah. Ga boleh peluk-peluk” cegah ku.
“oh,
berati kalau diluar sekolah boleh dong” ucap Alvin sambil melirikku
jail.
‘Hadehh...
salah ngomong deh gue tadi. Jadi malukan gue sama ni anak’ batin
ku berucap sambil menundukkan kepalaku dan menyembunyikan wajah ku
yang pastinya udah kayak tomat.
“eehhh...
emm... ga gitu juga kali Vin”
“hehehehe....
iya.. iya.. ayo, ntar kesoreaan lagi” potong Alvin seraya menarik
tangan ku menuju mobilnya.
“emang
kita mau ke mana vin ?” tanya ku pada Alvin.
“adah
deh. Pasti nanti loe suka” kata Alvin sambil tersenyum manis kearah
ku dan melajukkan mobilnya.
Disepanjang
perjalanan terjadi keheningan diantara kami. Aduh... akukan paling ga
bisa diam-diaman kaya gini. Trus, tumben-tumbenan hening gini.
Biasanya juga rame. Ga biasanya deh.
Sekitar
40 menit kemudian Alvin memberhentikkan mobilnya di suatu tempat yang
sangat asing bagi ku. Kemudian Alvin turun dari mobilnya dan segera
memutar kemudian membukakan pintu untukku. Aku masih bingung kenapa
Alvin membawa aku ke sini. Dihadapan ku hanya terdapat semak-semak
tak terawat.
Aku
menahan tangan Alvin sebentar tanpa menatap Alvin “kita ngapain
kesini Vin ?” tanya ku bingung.
“udah
loe ikut aja. Pasti loe ga nyangka ada tempat begituan disini”
Alvin semakin membuatku penasaran.
Alvin
menarik tanganku perlahan melewati semak-semak itu, dan betapa
terkejutnya aku ada lapangan basket didaerah seperti ini dilengkapi
dengan suasana danau yang tenang di tepi sebelah kanannya.
Aku
berdecak kagum. Belum pernah ku lihat termpat seperti ini. Ya
walaupun lapangan basketnya sedikit tidak terawat dan danau yang
tepinya banyak berserakkan daun-daun kering yang berguguran, namun
tidak mengurangi keindahan ciptaaan Tuhan yang satu ini.
Ku
palingkan wajahku menghadap Alvin “loe tau dari mana tempat sebagus
ini ?” tanya ku.
“beberapa
minggu yang lalu gue ga sengaja jalan-jalan dekat sini sambil drible
bola basket gue, trus ga sengaja bolanya masuk ke dalam semak-semak
ini. Mulai dari situ gue tau ada tempat sebagus ini. Dan loe orang
yang pertama kali gue ajak kesini” jelas Alvin kepada ku.
Aku
sedikit mengenyitkan dahi, ngapain Alvin jalan-jalan sampai kesini.
Mengerti akan raut wajah ku yang berubah, Alvin kemudian menarik
tangan ku ke tepi danau.
“loe
liat rumah disana ?” tanyanya dan aku mengangguk “itukan rumah
oma gue, jadi lapangan basket ini dekat sama rumah oma gue”
jelasnya dan aku menganggukkan kepala ku mengerti.
Kemudian
Alvin mengambil bola basket yang entah dari mana asalnya “mau main
?” akupun mengangguk senang.
Aku
dan Alvin berjalan ketengah lapangan basket. Saling berhadapan,
kemudian kami mulai memainkan si kulit orange itu. Walaupun aku
kurang memahami permainan basket, aku tetap semangat mendrible bola
itu dan melemparkannya ke dalam ring.
Waktu
berjalan begitu cepat. Aku yang kelelahan langsung duduk ditengah
lapangan basket itu dan di ikuti oleh Alvin yang langsung memberikan
sebotol air mineral kehadapan ku seakan tahu apa yang ku butuhkan.
“capek
ya ?” tanyanya.
“banget”
“yaudah
yuk, kita duduk-duduk dipinggir danau itu. Kayaknya seru deh” ajak
Alvin dan aku hanya mengangguk mengiyakan ajakannya itu.
Kami
duduk berdampingan di bawah pohon. Aku menyenderkan kepala ku di
pundak Alvin, kemudian Alvin melingkarkan tangannya ke tubuh ku dan
menarikku ke dalam pelukkan hangatnya.
“gue
seneng banget hari ini vi bisa berduaan sama loe. Loe seneng ga ?”
tanyanya seraya mengelus pelan puncak kepala ku dan mengecupnya
sesaat.
Aku
hanya menganggukkan kepala ku menikmati setiap momen bersama orang
yang paling aku sayangi.
“gue
sayang banget sama loe vi” ujar Alvin kemudian melirikku.
Raut
wajah alvin seketika berubah kemudian memegang wajahku dengan keudua
tangannya.
“loe
kenapa vi ? kok pucat banget ? loe sakit ya ? kalau gitu kita
langsung pulang aja ya ?” panik Alvin ketika menyadari perubahan
pada wajah ku.
“gue
ga papa vin. Palingan Cuma kecapekan dong kok. Ga usah lebay deh”
ucap ku santai menanggapi kepanikkan Alvin.
“beneran
lo ga papa ?” tanyanya memastikan.
Memang
sih kepala ku sedikit berdenyut. Tapi begitu melihat kecemasan Alvin
ketika melihat ku, aku sedikit melupakan sakit dikepala ku dan
tersenyum melihat ke arahnya.
Kamipun
akhirnya pulang dan Alvin mengantarkan ku ke rumah. Sesampainya
disana aku langsung menyuruhnya pulang dan beristirahat.
*
Matahari
kembali menyinari bumi dan semua manusia memulai aktifitasnya seperti
biasa.
Aku
melihat jam weaker yang duduk manis di meja samping tempat tidurku.
Aku mencoba membangkitkan badan ku menuju kamar mandi namun badan ku
tak bergerak. Tubuhku lemas dan kepala ku semakin sakit. Aku tak tahu
apa yang tengah terjadi kepada ku.
‘apa
mungkin kerena kelamaan main basket jadi aku ga bisa bangun gini ?’
pikir ku.
Akupun
berusaha menggerakkan alat ucap ku memanggil bi Minah, namun butuh
perjuangan keras untuk bisa mengucapkanya.
“bii...
bii Minahh...” teriak ku pelan.
Bi
Minah belum juga datang ke kamar ku. Akupun mencoba sekali lagi
memanggil bi minah dengan suara yang lebih keras.
“bii...
bii Minah...” panggil ku lagi dan kini berhasil, terdengar sautan
dari bi Minah yang mungkin saat aku memanggilnya ia sedang berada di
lantai atas.
“iya
non sebentar”
Tak
lama pintu berdecit pelan menandakan seseorang tengah membuka pintu
kamar ku dan ku yakin itu bi Minah. Dan benar saja sekar bi Minah
telah berada tepat disamping kanan ku.
“iya
non... ada apa ?” tanyanya.
“bi
Via lemes banget. Kayaknya ga bisa ke sekolah deh bi” ucap ku
pelan.
“non
Via sakit. Aduh non, kenapa bisa sakit sih ?” bi Minah tampakknya
sangat khawatir terhadap keadaan ku.
Aku
hanya tersenyum kemudian berkata “aku ga papa kok bi, Cuma
kecapekan aja palingan”. Aku menghela napas sejenak “bi tolong
ambilkan Handphone aku dong di atas meja itu” ucap ku kepada bi
Minah.
Segera
bi Minah mengambil Handphoneku dan memberikkannya kepada ku “makasih
bi” ujar ku tersenyum.
“iya
sama-sama non. Kalau perlu apa-apa panggil bibi aja ya non” aku
hanya mengangguk dan kemudian bi Minah keluar dari kamar ku.
Ku
alihkan pandanganku ke arah Handphone ku dan mengetikkan beberapa
digid angka yang sudah ku hapal, tak lama terdengar suara sautan dari
seberang sana.
“halloo
Vi, loe dimana ? gue cari kekelas kok loe belum datang ? tumben
banget” cerocos Alvin.
Aku
tersenyum menanggapi kebawelan pacar ku ini “gue ga masuk kesekolah
hari ini Vin. Loe izinin gue ya” ucap ku dengan suara pelan.
“loe
sakit Vi ? kok ga bilang sih ? guekan bisa jagain loe ?” aku hanya
tersenyum.
“udah
loe sekolah aja. Gue ga papa kok, Cuma kecapekan aja” terang ku.
“yaudah
loe istirahat aja ya. Nanti pulang sekolah gue langsung ke rumah loe”
ucap Alvin.
Kemudian
aku menutup sambungan telpon ku dan mencoba memejamkan mata walau
susah karna sakit dikepala ku kian menambah.
*
CLEKK
Pintu
kamarku terbuka perlahan. Ku lihat Alvin memasuki kamarku dengan
menenteng sekeranjang buah-buahan. Aku tersenyum melihatnya.
“loe
kok bisa sakit sih Vi ? pasti gara-gara kemaren gue ngajakin loe main
basket deh, makanya loe sakit kayak gini” ucap Alvin setelah tepat
duduk disamping ku.
“enggak
kok, jangan nyalahin diri sendiri gitu dong. Akukan Cuma kecapekan”
ujarku pelan menatap Alvin.
“emm...
loe udah makan Vi ? udah minum obat ? trus tadi udah panggil dokter
kesini ?” tanya Alvin.
“nanya
itu satu-satu kali Vin” aku tersenyum sejenak “gue belum makan,
belum minum obat, juga belum panggil dokter. Hehehehehe” aku ku.
“aduh
Via, kenapa belum sih ?” Alvin menghela napas sebentar “yaudah
kalu gitu, loe sekarang makan udah gitu langsung gue antar loe ke
rumah sakit” ucap Alvin.
Aku
menggeleng “gue ga mau ke rumah sakit” tolakku.
“ck”
Alvin mendecakkan lidahnya pelan “oke kalau loe ga mau ke rumah
sakit, tapi loe harus makan. Loe tunggu disini jangan kemana-mana”
Alvin langsung meranjak dari kamar ku, tanpa ada persetujuan terlebih
dahulu dari ku.
Aku
hanya menggelengkan kepala ku perlahan melihat tinggkah kekasih ku
itu.
“nih...
gue udah bawa makanan kesukaan loe. Jadi loe harus makan sekarang.
Gue suapin deh” uajr Alvin sambil mengambil posisi duduk seperti
tadi.
“Aaa...”
akupun membuka mulut ku dan mengunyah makanan itu perlahan.
“loe
harus makan biar cepat sembuh, kalau udah sembuhkan bisa kesekolah
lagi. Trus jumpa deh sama pangeran Alvin yang ganteng ini” ujar
Alvin narsis.
TOIINGGG
Satu
toyoran mendarat tepat dijidat Alvin. Ia pun mengaduh pelan seraya
mengelus kepalanya yang menjadi sasaran toyoran ku.
“sakit
tau”
“loe
sih, pake narsis-narsisan segala”
“hehehehe....
sekali-sekalikan ga papa Vi” Alvin nyengir dan akupun ikut
tersenyum melihat ulahnya.
*
“Auwww”
rintihku pelan dan sedetik kemudian tanganku memegangi kepalaku yang
berdeyut hebat.
Sudah
kesekian kalinya kepalaku sakit. Dan sakit itu semakin lama semakin
menjadi, dan akupun tak sanggup lagi menahanya. Tangankupun meraih
meja yang tak jauh dari ku. Memegangnya erat sambil merintih
kesakitan. Aku menggigit bibir bawahku untuk mengurangi sedikit rasa
sakitnya. Lama kelamaan pandanganku mengabur dan gelap.
*
Mataku
mengerjap perlahan, menyapu seluruh ruangan yang asing bagi ku.
Putih. Itu yang kulihat. Seketika aroma zat-zat kimia
berbondong-bondong masuk kedalam indera penciuman ku dan aku tahu ini
dimana.
Yap...
aku sekarang berada di sebuah ruangan yang pastinya ruang rawat
sebuah rumah sakit. Kemudian kepalaku bergerak kesebelah kananku dan
kutemukan seseorang yang sangat ku kenal.
Aku
mengangkat tangan kiri ku yang bebas dan mengelus perlahan puncak
kepalanya. Mungkin gerakan tanganku tadi sedikit mengganggunya. Dan
terbukti matanya mengerjap dan melihat kearahku.
“ehhmm....
loe udah sadar Vi ?” aku tersenyum mengangguk.
“kenapa
gue bisa disini Vin ?” tanya ku dengan suara serak.
“tadi
pagi bi Minah nelpon gue, katanya loe pingsan. Yaudah gue langsung
aja datang ke rumah loe” jawab Alvin seraya mengelus pipiku lembut.
“jadi
loe ga sekolah dong ?” tanya ku dan Alvin menggeleng pelan sambil
tersenyum.
“guekan
mau nungguin loe siauman Vi, makanya gue izin aja dari sekolah.
Hehehe”
Dasar
Alvin pasti seneng tuh hari ini ga masuk kelas. Aku tau hari ini ada
pelajaran Fisika, pelajaran yang paling tidak disukainya. Tapi kenapa
ia memilih jurusan IPA. Ckckckckc dasar Alvin aneh.
“oya
Vi, loe kok bisa tiba-tiba pingsan sih ? loe sakit apa ?” tanya
Alvin.
“gue
juga ga tau Vin. Emang sih akhir-akhir ini kepala gue sering pusing,
tapi baru kali ini sampe pingsan” jelas ku kepada Alvin.
“loe
udah pernah cek ke dokter ?” aku menggeleng.
“dasar,
males banget sih kalau udah disuruh ke dokter” aku hanya nyengir
menaggapinya.
“eh
Vi, tadi dokter nanyain orang tua loe tuh. Katanya ada yang pengen
diomonginnya sama orang tua loe, trus gue jawab aja kalau orang tua
loe lagi di luar kota jadi ga bisa datang kesini” raut wajahkupun
berubah.
“loe
kenapa Vi ?” cemas Alvin “ada yang sakit ? kepala loe pusing lagi
? gue panggilin dokter ya ?” tanya Alvin semakin cemas.
Air
matakupun menetes perlahan membasahi pipiku.
Alvin
semakin bingung “aduh Vi, kok loe nangis sih ? gue panggil dokter
bentar ya, loe tunggu disini” ujar Alvin dan melangkahkan kakinya
menuju pintu.
Belum
sempat kakinya melangkah meninggalkanku, aku menahan pergelangan
tangannya. Alvin memballikkan tubuhnya dan melihat kearahku.
“gue
kangen orang tua gue Vin” ucapku akhirnya setelah beberapa menit
tak mengucapkan sepatah katapun.
Alvin
kemudian mendekat kearahku dan memelukku erat, akupun membalas
pelukkannya.
“iya
gue tau. Lagiankan orang tua loe itu ninggalin loe itukan untuk
kerja, dan itu untuk loe jugakan” aku mengangguk pelan.
“tapi
Vin, mereka tuh udah hampir ga pernah ada waktu buat gue. Bahkan
nanyain kabar gue aja enggak” aku semakin terisak.
Alvin
semakin mengeratkan pelukkannya “loe sabar ya. Mungin mereka lagi
sibuk” bela Alvin.
“sesibuk
apa sih mereka, sampai tega ngabaiin gue. Anak mereka sendiri ? apa
gue ga ada artinya ya sama mereka ? guekan kangen sama mereka. Dari
kecil gue Cuma berdua aja sama bi Minah” aku mengeluarkan seluruh
unek-unekku kepada Alvin “guekan butuh kasih sayang dari orang tua
gue. Gue butuh kasih sayang yang utuh. Gue ga butuh harta, gue ga
butuh ketenaran, gue Cuma butuh orang tua gue. Cuma itu. Gue Cuma
butuh kasih sayang dari orang tua gue. Emang sulit ya, ngasih sedikit
perhatian mereka ke gue ? huhh...” aku semakin terisak dalam
pelukan Alvin.
Alvin
mendengarkan semua unek-unek ku sambil mengelus pelan kepala ku,
“mereka itu sayang kok sama loe. Loe ga boleh berperasangka buruk
gitu dong. Ga baik tau. Yaudah kalau gitu, loe istirahat aja. Ga usah
fikirin lagi. Oke “ ujarnya seraya melepas pelukannya dan menatap
kedua bola mata ku. Akupun menangguk.
‘gue
akan selalu ada disamping loe Vi, gue ga akan tinggalin loe. Karna
gue sayang sama loe. Sayang banget malah’ batin Alvin tersenyum.
Aku
kemudian berbaring di tempat tidur ku dan mencoba memejamkan mata ku
sambil menggengam erat jemari Alvin. Perlahan tapi pasti Alvin
mengelus puncak kepala ku dan sesekali mengecup punggung tangan ku.
*
Yeeeeee....
akhirnya aku sekolah lagi. Udah kangen nih sama sekolah tercinta. Ya
walaupun dirumah sakit Cuma dua hari, tapi seperti dua bulan rasanya
ga sekolah. Oke mungkin terlalu berlebihan, tapi itu yang ku rasakan.
“pagi
Shilla...” sapa ku pada sahabatku yang satu ini.
“eh
Vi, loe udah sembuh ?” tanya Shilla “sorry ya gue ga bisa jenguk
loe dirumah sakit. Soalnya kemaren pak Dave ngasih gue tugas bejibun.
Mentang-mentang gue sekertaris OSIS, jadi dia seenaknya aja ngasih
gue tugas segitu banyak. Padahalkan masih ada anggota OSIS lain yang
bisa gantiin gue ngerjain tu tugas, dasar pak Dave ga senang liat
orang senang” aku melengos mendengar celotehan Shilla yang ga
putus-putus, seakan mengerti perubahan raut wajah ku Shilla nyengir
sambil berkata “Sorry ya, gue keterusan. Hehehehe” akupun Cuma
bisa geleng-geleng kepala.
“berhubung
gue cantik, oke loe gue maafin”
“yeee...
ga nyambung bego”
“biarin
wekk” ujarku seraya menjulurkan lidah ku.
*
Aduh
sebenarnya aku sakit apa sih ? kenapa pusing di kepalaku kembali lagi
dan kali ini bertambah parah. Aku mengerjapkan mataku sejenak sambil
menggelengkan pelan kepalaku. Aku merasakan sesuatu mengalir di
hidungku, perlahan tanganku meraba bagian hidung ku dan betapa
terkejutnya aku ketika di tangan ku terdapat bercak darah.
Aku
segera berlari kekamar mandi sekolah dan membersihkan bercak darah
itu. Ku ambil air untuk membersihkan darah yang masih mengalir dari
kedua lubang hidung ku, setelah bersih akupun memandang pantulan
wajah ku di cermin.
‘sebenarnya
aku kenapa sih ? kok bisa keluar darah sih dari hidung ku ?’ akupun
bertanya-tanya dalam hati. Penasaran.
*
Kakikku
melangkah pelan menuju ruang dokter yang beberapa waktu lalu telah
mengambil sample darah ku untuk diteliti. Akupun menguatkan hatiku
untuk mengetuk pintu ruangan dokter itu.
Tokk...
Tokkk... Tokkk....
“masuk”
terdengar teriakkan dari dalam ruangan tersebut.
“em...
dok gimana hasil pemeriksaannya udah keluar ?” tanyaku gugup.
“sembelumnya
saya mau tanya” akupun mengangguk pelan “anda kesini dengan siapa
? apakah orang tua anda tidak ikut menemani anda ?” aku menggeleng
pelan.
“mereka
sibuk dok. Mereka ga sempat menemani saya kesini. Sebenarnya saya
kenapa dok ? kok sepertinya serius sekali ?” tanyaku penasaran.
“em...
saya harap anda bisa sabar mendengar penjelasan saya nanti” akupun
mengangguk cepat.
Kemudian
dokter itupun menarik napas sejenak dan menyerahkan sebuah amplop
kepada ku. Aku mengenyitkan dahi kemudian melihat kearah dokter itu.
Ia mengangguk dan secara perlahan aku membuka amplop tersebut.
Tubuhku
bergetar ketika membaca isi amplop itu. Air mataku menetes dengan
derasnya. Seketika itu kertas hasil laboratorium itu terjatuh.
Tanganku lemas, seakan kertas tadi bertambah berat beribukali lipat.
“anda
yang sabar, semua pasti ada hikmah dibalik semua cobaan yang Tuhan
berikan kepada kita. Tuhan takkan memberikan cobaan kepada umatnya
melampaui batas kemampuan umat manusia. Saya yakin anda orang yang
Tabah” Ucap sang dokter menenangkan.
“terima
kasih dok” ujar ku pelan seraya meninggalkan kantor dokter itu.
Pikiranku
kacau sekacau-kacaunya. Aku menghapus kasar air mata ku dan menuju
parkiran menemui supir ku dan kembali pulang kerumah.
Sepanjang
perjalanan aku hanya termenung. Pandangan ku kosong keluar jendela.
Seakan mengetahui perubahaan terhadap diriku, pak Yadi memberanikan
bertanya.
“non
Via kenapa ? kok ngelamun gitu ?” tanyanya khawatir.
Aku
terkisap dari lamunan ku kemudian memandang ke arah pak Yadi yang
sedang menyetir “aku ga papa kok pak, Cuma lagi kangen sama mama
dan papa aja” elakku.
Pak
Yadipun mengangguk mengerti dan keheningkan kembali terjadi hingga
sampai di rumah.
*
Pagi
ini aku datang kesekolah dengan suasana hati tak menentu. Pikiranku
melayang-layang entah kemana. Tak tahu kenapa tiba-tiba aku menambrak
seseorang, mungkin karna fikiranku yang kurang fokus.
“eh
sorry sorry gue ga sengaja” akupun langsung minta maaf kepada orang
yang ku tabrak barusan tanpa melihat siapa orangnya.
“Vi
loe kenapa sih kok bisa nabrak gue gitu ?”
Ahh...
aku mengenal suara ini. Alvin, ini suara Alvin. Akupun mendongakkan
kepalaku melihat ke arahnya. Terlihat jelas raut wajah Alvin yang
menunjukkan keheranan.
“eh
Alvin... gue ga papa kok” dalih ku namun Alvin tak mudah percaya.
“yakin
loe ga papa ? kayaknya loe kenapa-kenapa deh Vi” tanya Alvin lagi
“trus muka loe kenapa kok pucat gitu ? loe sakitnya ?” tanya
Alvin kesekian kalinya sambil meletakkan punggung tangannya kekening
ku.
Aku
menampik pelan tangannya “gue ga papa Vin, yakin deh sama gue”
ujarku lagi meyakinkan.
“Yaudah,
kalau ada apa-apa loe langsung panggil gue. Oke” ucap Alvin. “kalau
gitu, yuk gue antar loe sampe kelas loe” aku pun menganggukkan
kepalaku.
*
Kali
ketiga hidung ku mengeluarkan darah segar dalam seminggu terakhir
ini. Lama-kelamaan tubuhku menyusut dan aku mulai takut. Aku takut
meninggalkan orang-orang yang ku sayangi. Terlebih Alvin.
Aku
mengusap pelan darah yang mengalir dari hidungku namun tak jua
berhenti. Rasa pusing yang sangat kini mendera kepalaku lagi. Dan
kali ini lebih sakit dari yang kemaren-kemaren. Tak lama tubuhku
limbung dan tak sadarkan diri.
*
Huffttt.....
Rumah sakit aku sudah hapal baunya. Aku mengerjapkan mata ku pelan
dan terdengar suara Alvin ditelinga ku.
“Vi
loe udah sadar ? gue panggil dokter dulu ya” aku mengangguk.
Tak
lama dokter datang menghampiriku disusul dengan Alvin dibelakangnya.
Dokter menghela napas pelan dan menggeleng.
“bagaimana
keadaan Via dok ?” tanya Alvin.
“keadaan
suadara Via semakin memburuk. Penyakit itu berkembang sangat cepat
dan itu diluar dugaan saya” Alvin bingung dengan perkataan dokter
itu.
“kalau
begitu saya keluar dulu, dan sebaiknya saudara Via beristirahat saja.
Jangan terlalu memforsir tenaga anda” akupun mengangguk lemah
kemudian dokter itu beranjak meninggalkan aku dan Alvin.
Alvin
berjalan menghampiriku. Wajahnya terlihat sangat bingung dengan
perkataan dokter barusan. Aku mencoba tersenyum kearah Alvin dan
meraih tangannya lembut.
“sebenarnya
kamu sakit apa sih Vi ? jangan buat aku khawatir dong” tanya Alvin.
“maaf
ya Vin aku nyembunyiin ini dari kamu. Sebenarnya aku mengidap Kanker
Otak stadium akhir, dan umurku ga akan lama lagi” ucap ku berusaha
tegar.
Bagaikan
petir disiang bolong, kenyataan itu membuat Alvin menggeleng tak
yakin.
“ga,
ga mungkin. Kamu bercandakan Vi. Jawab dong Vi. Loe bercandakan, yang
loe bilang tadi ga benerkan ?” aku berusaha tersenyum walau setetes
air mata mengalir dipipiku.
“sayangnya
itu ga bercanda Vin. Itu semua kenyataan Vin” ucapku menegaskan.
Seakan
tak siap menerima kanyataan ini Alvin terduduk lemas di kursing
samping tempat tidur ku. Tetes demi tetes air mata jatuh dari bola
matanya. Aku mencoba meraih wajah Alvin dan mengahapus butiran air
itu.
“jangan
nangis dong. Masa pacarnya Via nangis sih, ga gentle banget deh”
ledek ku mencoba menenagkan suasana yang ada.
“kamu
jangan nangis ya sayang. Aku butuh dukungan kamu. Liat aku dong aku
aja ga nangis kok, masa kamu yang nangis sih” ujar ku lagi.
Kuraih
perlahan kedua tangan Alvin. Menguatkannya. Alvin kini menatapku,
kedua mata kami saling beradu dan detik kemudian tercipta senyum
manis di wajah tampan Alvin. Akupun ikut tersenyum melihatnya.
“kamu
yang sabar ya sayang. Aku akan selalu ada di samping kamu sampai
kapanpun” alvin menarik pelan tubuhku dan memelukku erat.
Aku
hanya bisa mengangguk pelan dalam pelukannya.
*
Kondisiku
semakin memburuk dan Alvin masih setia menemaniku. Ia selalu datang
setiap pulang sekolah dan tak jarang meminta kepadaku untuk
menemaniku hingga esok pagi menjelang.
Siang
ini Alvin datang menjengukku kerumah sakit dengan membawa seikat
tulip putih ditangannya. Senyum selalu mengembang dibibir manisnya.
‘pasti
Via suka’ batinnya.
Semakin
lama langkahnya semakin cepat. Kini Alvin setengah berlari menuju
ruang rawat ku ketika beberapa perawat berlari menghampiri kamar ku.
Alvin semakin cemas hingga tak sadar tengah menjatuhkan seikat tulip
putih itu.
Alvin
kemudian menahan salah seorang suster dan bertanya “pasien kenapa
sus ? Via kenapa ?” panik Alvin.
“pasien
kritis. Maaf mas saya harus masuk”
Kaki
Alvin seakan tak sanggup menahan bobot tubuhnya sendiri dan terduduk
lemah dilantai seraya memanjatkan doa untukku.
Tak
lama dokter keluar dari ruang rawatku dengan raut wajah yang susah
diartikan. Alvin menghampiri dokter tersebut.
“via
ga papakan dok, dia baik-baik ajakan dok ?” tanya Alvin cemas.
Dokter
menggeleng pelan seraya berkata “kami tidak dapat melakukan banyak
hal. Sekarang kita hanya dapat menyerakan semuanya ke tangan Tuhan.
Permisi” dokter itupun kemudian berlalu dari hadapan Alvin.
Kemudian
Alvin berjalan dan membuka pintu, lalu masuk ke dalam ruangan itu dan
menjumpaiku. Aku tersenyum miris melihatnya.
“Vin
apa kata dokter tadi ? udah ga lama lagi ya ?” tanya ku dengan
suara bergetar.
“suitttt....
Jangan ngomong sembarangan. Kamu ga akan kemana-mana, kamu akan tetap
disini. Selalu disini sama aku” ujar Alvin lalu meneteskan air mata
dan langsung di hapusnya dengan kasar.
“Vin,
aku punya permintaan terakhir sama kamu. Dan aku ingin kamu
mengabulkannya” Alvin mengangguk.
“kamu
mau apa ? pasti aku kabulin. Dan jangan pernah kamu ucapkan kata-kata
terakhir sama aku, aku ga suka kamu ngomong kaya gitu” ucap Alvin.
Aku
tersenyum “aku ingin kelapangan basket dekat rumah oma kamu itu.
Aku pengen kesana” alvin langsung merubah ekspresi wajahnya dan
segera ku sambung lagi perkataan ku “pleasee.... aku mohon sama
kamu” ucapku memohon.
“tapi
Vi, apa dokter mengizikan?” tanya Alvin ragu.
“dokter
pasti ngizinin” aku meyakinkan.
“oke
aku akan antar kamu kesana, tapi kamu harus berrjanji satu hal sama
aku. Kamu harus janji ga akan kenapa-kenapa saat disana” aku hanya
tersenyum menanggapi permintaan Alvin.
*
Alvin
sukses mendaratkanku tepat dipelukkannya sesaat setelah kami sampai
dan duduk ditepi danau itu. Aku memandang danau itu dengan senyum
merekah.
‘huhhh...
mungkin ini kali terakhirnya aku menginjakkan kaki ku didanau ini,
dan mungkin juga kali terakhir aku merasakan hangatnya pelukan Alvin.
Kekasihku. Tuhan sepertinya aku belum seiap meninggalkan semua ini,
aku belum sanggup melihat orang yang ku sayang menangis karena ku.
Aku belum siap menghadapi ini semua Tuhan’ batin ku terus berucap.
‘namun
disatu sisi aku sudah ga sanggup lagi menahan sakit ditubuhku ini,
aku ingin cepat-cepat datang menghampirimu Tuhan’ ucapan batin ku
terpotong karna sakit dikepala ku kembali mendera kepala ku. Sakit
sekali.
‘Tuhan
jika memang ini saatnya kau memanggilku, aku ingin kau selalu menjaga
orang-orang yang ku tinggalkan. Aku ingin kau memberi mereka kekuatan
untuk menerima kepergian ku. Aku mohon kepada mu Tuhan’ doaku pada
Tuhan dalam hati.
“Vi...
kamu ga papa kan ?” tanya Alvin memecah keheningan diantara kami.
Aku
menggeleng lemah kemudian berucap “Vin...” panggilku pelan.
“hmmm...”
“kalau
nanti aku pergi...” ucapanku terpotong oleh Alvin.
“akukan
udah pernah bilang kalau aku ga suka kamu bicara kayak gitu” sergah
Alvin.
Aku
tersenyum “jangan potong omongan aku please. Dan mungkin ini saat
yang tepat untukku mengungkapkan semuanya. Aku mohon Vin” mohon ku
pada Alvin.
Alvinpun
mengangguk terpaksa dan aku tersenyum lagi.
“Vin,
kalau aku pergi nanti kamu jangan nangis ya. Kamu ga boleh lemah.
Oke” aku menghela napas sejenak dan meneruskan kembali kata-kata
ku.
“Vin,
aku sayang banget sama kamu. Nanti kalau aku udah ga ada, kamu harus
cari penggantiku ya. Harus yang lebih baik dan lebih cantik dari aku
trus kamu harus sayang sama dia seperti kamu sayang sama aku. Kamu
bisakan Vin penuhi permintaan aku ?” tanya ku dan Alvin mengangguk
dan setetes air mata jatuh ketangan ku dan ku tahu itu air mata
Alvin.
Aku
merintih pelan dan ku rasa Alvin mendengar rintihan ku itu “kamu
kenapa Vi ?” tanyanya.
Aku
menggeleng “aku ga papa kok. Oya Vin, nanti kamu jangan lupain aku
ya. Trus kamu kirimin salam ku buat Shilla, bi Minah, pak Yadi juga
kedua orang tua ku. Bilang ke mereka aku sayang banget sama mereka”
aku berhenti sebentar.
“Vin...
aku mau tidur, aku capek” ucapku pelan hampir seperti bisikan.
“kamu
jangan tidur Vi. Jangan. Aku mohon” pinta Alvin.
“Vin
kamu harus bahagia ya walau aku ga lagi disamping kamu. Kamu harus
bahagia” ujarku pelan “kamu harus janji sama aku, kamu harus
bahagia tanpa aku” ku rasakan Alvin menganggukan kepalanya pelan.
“iya
Vi, aku janji” aku tersenyum.
“kalau
gitu aku udah tenang ninggalin kamu” ucap ku lagi sambil memegangi
kepalaku.
“Vin,
aku tidurnya” sambungku lagi.
Semakin
lama Alvin merasakan dinginnya tubuhku. Dan ia sudah tahu aku telah
pergi meninggalkanya. Alvin semakin mengeratkan pelukkannya dan
menangis terisak.
‘aku
janji Vi, aku janji sama kamu kalau aku akan bahagia. Aku akan
buktikan semua janji aku’ batin Alvin seraya mendongakkan kepalanya
menghadap langit.
“tunggu
aku disana Vi, aku pasti akan datang dan kita akan kembali seperti
semula lagi” gumam Alvin pelan seraya menarik sedikit sudut
bibirnya.
END
STORY OF MY LIFE (cerpen)
cerita ini merupakan cerita paling kagak jolas :D
Trus karna berhubung saya lagi kurang kerjaan, di post aja deh. Mau jelek, ancur, berantakan yang penting saya happy *kagak nyambung :P
Trus karna berhubung saya lagi kurang kerjaan, di post aja deh. Mau jelek, ancur, berantakan yang penting saya happy *kagak nyambung :P
Cekidoooottttttttttttt.................
STORY OF MY LIFE
Mataku menerawang jauh kedepan. Memandang
lurus-lurus. Fikiranku melayang entah kemana. Sesekali aku tersenyum dan tak
jarang aku memurungkan raut wajahku. Jika seseorang melintas didepanku pasti
mengira aku mengidap gangguan jiwa. Namun sayangnya itu takkan terjadi, karna
sekarang aku berada didalam kamar ku. Maka takkan ada yang berperasangka
seperti itu kepada ku.
Tanganku sedari tadi tak henti-hentinya
memetik senar gitar. Aku tak tahu lagu apa yang ku mainkan. Aku hanya mencari
nada-nada harmonis disetiap petikkannya dan menciptakan rasa nyaman ketika
mendengarnya.
Tanganku mulai lelah dan aku meletakkan
gitar itu disampingku, kemudian beralih menatap ponselku. Dengan lincah
jari-jariku bergerak sesuai keinginannya. Namun tak ada yang menarik
perhatianku. Kemudian pandangan ku jatuh ke sebuah album foto. Dengan gerakkan
cepat tanganku menyambar album foto itu. Foto lama ketika aku masih duduk
dibangku SMA.
Aku tersenyum memandangnya. Benar kata
orang-orang. Masa SMA adalah masa yang sulit dilupakan. Masa-masa yang
memberikan begitu banyak warna bagi yang merasakannya. Tak terkecuali aku.
Sempat aku menolak pernyataan itu. Aku tak bahagia ketika pertama kali
menginjakkan kakiku di bangku SMA. Seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa
dan menikmati semua masa SMA ku. Dan sekarang apa yang terjadi? Aku ingin
kembali kebangku SMA.
Ku buka salah satu foto saat pertama kali
aku menginjakkan kaki ku di bangku SMA. Didalamnya terdapat dua anak manusia
yang berpenampilan aneh. Eitt... tunggu, maksudku salah satu diantaranya. Dan
aku sempat terkekeh pelan melihatnya.
*
Hari pertama masuk SMA. Aku benci dengan
ritual semua SMA yang melakukan sesuka hati mereka untuk mengerjai junior
mereka. Ya, walaupun dalam konteks formal. Tapi aku tetap tak suka itu.
“MAAAA................”
Teriakkan ku menggema disetiap sudut
ruangan di dalam rumah ku. Bagaimana tidak kesal. Sejak kemarin aku berpesan
kepada mama ku untuk membelikan jengkol dan pete di pasar, namun hingga
sekarang kedua benda itu tak muncul-muncul. Hufftt..... kenapa harus kedua
benda menjijikan itu sih? Aku tak suka baunya.
“ada apa sih sayang? Mama dibawah nih, lagi
nyiapin sarapan kalian” mamakupun ikut berteriak.
Kakikupun bergegas menuruni anak tangga dan
menghampiri mamaku di meja makan.
“jengkol sama petenya mana ma? Kok ga
ditarok dikamarku sih? Mama jadi belikan kemaren dipasar?” tanya ku to the
point.
“kamu itu ya, marah-marah mulu. Itu mama
lagi suruh mang ujang naliinnya. Kamu bilangkan mau dibuat jadi kalungkkan?”
mamaku berucap tanpa memberhentikan aktifitasnya menyiapkan sarapan.
“hehehehe.... aku kira mama lupa” aku
nyengir mendengar penjelasan mama ku.
“yaudah sekarang kamu sarapan, ntar kamu
telat lagi MOSnya. Kan
dandanan kamu udah persis seperti penghuni RSJ, jadi sayang dong ga jadi ke
sekolahnya. Pamer siapa yang paling mirip” ledek mama ku.
“iss... mama. Tega banget anaknya diledekin
begitu” gerutuku.
“hahaha.... maaf deh sayang. Udah cepetan
habisin sarapannya” suruh mama ku.
Tak lama sarapankupun telah berpindah
tempat menjadi kedalam perutku. Akupun langsung bergegas kesekolah setelah
meminta kalung yang terbuat dari jengkol dan pete itu dari mang ujang.
Hadeehhh....... ga tega aku mengalungkannya dileher nan indahku ini.
Sesampainya di sekolah, kami para murid
baru di bariskan dilapang untuk pembukaan MOS. Aku sama sekali tak tertarik
memperhatikkan para senior yang bercuap-cuap ga jelas didepan sana sambil tebar pesona tentunya. Kapan lagi
coba tebar pesona sama junior kalau ga sekarang.
Selama MOS berlangsung tak sedikit siswa
yang dikerjai, malah kalau bisa ku simpulkan, semua peserta MOS dikerjai
habis-habisan sama kakak-kakak senior. Tak terkecuali aku. Aduh.... pengen deh
ku pites nih kakak-kakak seniornya. Seenaknya aja nyuruh-nyuruh juniornya. Tapi
apa mau dikata memang udah itu hukumnya.
“hey kamu?” panggil seorang kakak senior.
Aku yang ga ‘ngeh’ tetap stay ditempat.
“hey kamu dengar saya tidak sih?”
panggilnya lagi.
Dan aku baru menyadari kalau aku yang
dipanggil. Dengan langkah berat aku melangkahkan kaki ku meninghampiri kakak
senior yang memanggilku tadi. Sesampainya disana aku langsung disemprot sama
kakak seniornya. Kalau bukan karna dia kakak senior udah ku piting kali tu
orang.
“kamu budek ya? Dipanggil-panggil ga
nyaut-nyaut” aku masih diam, tak menyaut.
“cantik-cantik budek, kasian banget loe.
Sekarang kamu ikut saya” dengan diam seribu bahasa aku mengikuti kakak senior
satu ini.
Lama aku berjalan mengikutinya, kenapa tak
sampai-sampai juga. Emangnya aku mau dibawa kemana sih sama ni orang.
Ku lihat banyak cewek-cewek histeris ketika
kakak senior itu lewat. Yap , memang ku akui
kalau kakak yang satu ini memiliki wajah yang tampan. Tapi untuk apa punya
tampang cakep kalau aneh. Gimana ga aneh coba, dari tadi jalan kok ga
nyampek-nyampek juga. Emangnya dia mau nyuruh aku ngapain sih? Murtein ni
sekolah? Huh....
Bosan sedari tadi melangkahkan kaki tak
tahu tujuannya, akhirnya ku beranikan diriku bertanya kepada kakak senior yang
aneh bin ajaib ini.
“ehmm ka...” kakak itupun menoleh sejenak
kearah ku kemudian menghadap kedepan kembali tanpa memberhentikan langkahnya.
Aku melengos kesal ‘Huh.... sabar’ batin
ku. kemudian kembali ku gerakkan alat ucapku “ka, emangnya kita mau kemana sih?
Dari tadi kok ga nyampek-nyampek? Kakak mau nyuruh aku muterin ni sekolah?”
ceplosku akhirnya.
Kakak senior –yang tak ku tau namanya- itu
tersenyum kemudian memberhentikan langkahnya “sekarang udah sampe” ucapnya.
Tak sadar atau bagaimana, aku tengah berada
di tengah taman yang menurut penglihatan ku lumayan indah dan terawat. Aku
sempat melongo memandang taman ini dan seketika terpecah ketika suara kakak
senior itu mengngagetkan ku.
“hello... are you here?” kakak senior itu
melambaikan tangannya tepat dihadapan wajahku.
“eh... iya ka” gugupku.
Kakak senior itu tersenyum. Dan baru ku
sadari senyumnya manis sekali dan mengingatkkan ku pada seseorang yang sangat
kurindukan.
“loe ga papakan via?” tanyanya.
Aku mengenyitkan dahi ‘kenapa dia tau nama
gue?’
Kembali kakak senior itu tersenyum dan
melanjutkan kata-katanya “loe beneran udah lupa gue? Tega banget sih loe”
ekspresinya berubah menjadi cemberut.
Aku hampir saja terkekeh melihat
ekspresinya, seperti anak kecil yang merengeng minta dibelikan permen namun
tidak diberikan oleh orang tuanya. Kurang lebih begitu.
“hmm.... maaf ka. Aku beneran ga tau”
ujarku pelan.
“kasian banget ya gue dilupakan sahabat
kecilnya gitu aja. Padahal gue baru pertama kali ngeliat dia langsung ngenalin
dia. Ckckckckc” kakak senior itu geleng-geleng kepala.
“sahabat kecil” ucapku pelan.
“iya sahabat kecil. Loe punya sahabat
kecilkan. Yang pindah ke Singapore
12 tahun yang lalu?” tanyanya lagi.
Otakku kembali membuka memori lamaku,
sedetik kemudian aku tersenyum dan menyebutkan satu nama “Alvin...”
Kakak senior itu tersenyum lebar “akhirnya
ingat juga loe” ucapnya.
“loe beneran Alvin . Alvin Jonathan gue? Upss....” aku
keceplosan menutup mulutku dengan kedua tanganku.
“ahh.... Alvin nyebelin deh”
“hahahaha..... loe ga kengen sama gue? Ga
pengen meluk gue gitu?” tanyanya seraya membuka kedua tangannya lebar-lebar.
Aku berhambur kedalam pelukkannya
melepaskan kerinduan selama 12 tahun tak berjumpa.
Aku meregangkan pelukanku dan mendongakkan kepala
ku, “loe kok ga bilang-bilang sih udah balik ke Indonesia ?”
“loe juga kenapa ga bilang-bilang kalo udah
pindah dari Bandung ?”
aku nyengir kuda.
“sorry... oya sejak kapan loe di Jakarta ?”
“hmm.... 6 bulanan kayaknya” aku merengut.
“ah.... lama amat. Iss... gue kangen banget
tau ga sama loe. Trus tadi kok loe ngenalin gue? Gue aja ga ngenalin loe?”
tanyaku penasaran.
“loe tuh yang jelek makanya gue ga ngenalin
loe”
“eh, mumpung loe lagi dandan ala penghuni
RSJ gini mending kita foto yukk...” ajaknya sekalian ngeledek aku.
“alah, bilang aja pengen foto sama artis.
Guekan sebelas duabelas gitu sama selena gomes” nasisku.
“narsis banget loe. Udah liat tuh kamera,
1... 2... 3... ciieessssss” satu foto berhasil ku abadikan.
*
Aku tersenyum memandang dua anak manusia
itu. Saat itu penampilan ku sangat-sangat buruk, dan berbanding terbalik dengan
orang yang berfoto bersama ku. Dia terlihat tampan dengan senyuman khasnya.
Ku buka lagi lembar berikutnya, terdapat
fotoku dan Alvin
ketika berada dipantai. Alvin
tahu kalau aku sangat menyukai pantai, maka dari itu ia mengajakku ke pantai
saat itu.
Ku sentuh permukaan foto itu dan senyum
kembali menghiasi wajah ku. Memoriku kembali mengulang masa itu.
*
Kakiku melangkah santai menuju perpustakaan
sekolah. Aku ingin mengembalikan buku yang ku pinjam tempo hari dari
perpustakaan itu. Tak lama terdengar seseorang meneriakkan nama ku, dan kakiku
berhenti melangkah kemudian aku membalikkan badanku menoleh arah asal suara.
Aku tersenyum ketika tahu siapa yang
meneriakkan nama ku. Alvin .
Yap , dia orangnya.
“Viaa...” tubuhnya semakin lama semakin
mendekat. Aku tetap diam ditempat.
“Vi, nanti sore loe ada acara ga?” tanyanya
setelah tepat berdiri dihadapan ku.
Aku menggeleng “ga ada. Emang kenapa?”
“nanti sore gue jemput jam 4 sore. Gue mau
ngajak loe kesuatu tempat” Alvin
tersenyum sebentar dan kembali melangkahkan kakinya meninggalkan ku.
Aku menggelengkan kepalaku pelan ‘dari dulu
sampai sekarang. Sifatnya ga pernah berubah. Selalu memaksakan kehendakknya’.
Aku teringat tujuan awal ku. Aku kembali
melangkahkan kaki ku menuju perpustakaan.
Lonceng pulang sekolah akhirnya berdentang.
Semua murid berhamburan keluar kelas. Akupun tak tinggal diam. Kakiku bergerak
cepat meninggalkan pekarangan sekolah menuju gerbang sekolah dan tak lama pak
Danu datang menjemputku.
Tak terasa waktu berputar sangat cepat. Aku
melihat jam yang tergantung manis didinding kamar ku. 15:55. 5 menit lagi Alvin datang menjemputku.
Aku kembali melihat pantulan diriku dicermin. Sempurna. Aku terlihat sangat
manis walau hanya dengan pakaian sederhana.
TIINNN.... TINNNN....
Itu pasti suara motor Alvin . Aku bergegas meninggalkan kamar ku dan
menuruni anak tangga dengan berlari-lari kecil.
“sorry Vin, loe udah lama nunggu ya?” tanya
ku basa basi.
“enggak kok” jawabnya singkat, “loe udah
siapkam Vi, berangkat sekarang aja yuk entar kesorean” ajak Alvin .
“yaudah... hati-hati ya Vin bawa motornya.
Tante titip Via” ujar mamaku.
“sipp. Tante tenang aja, Via aman kok sama
Alvin” sahut Alvin
sambil mengacungkan jempolya.
Lagi-lagi aku hanya tersenyum mendengar
celotehannya “yaudah ma, Via sama Alvin
pergi dulu ya”
Mamaku mengangguk “Hati-hati”
Motor Alvin
melaju dengan kecepatan normal. 10 menit selama diperjalanan kami diam, tak ada
yang membuka pembicaraan.
Tak lama Alvin membuka helm fullfacenya “Vi, loe ga
pegangan? Ntar jatoh loe” ujar Alvin
sedikit berteriak.
“ga ahh....” tolakku.
“iss.... bandel banget sih, ntar loe jatoh
gue juga yang dimarahi nyokap loe” Alvin
menarik paksa tanganku dan melingkarkannya diperutnya.
Wajahku berubah warna, aku dapat merasakan
itu. Jantungku juga ga bisa diajak kompromi. Huffttt..... rasanya jantungku mau
lepas dari tempatnya. Aduh... perasaan apa ini?
Motor Alvin
berhenti perlahan. Aku dan Alvin turun dari
motor Alvin .
Aku memandang hamparan pasir putih dan laut yang membentang luas dihadapan ku.
Kedua sudut bibirku tertarik keatas dan menimbulkan sebuah senyuman lebar.
“bagus banget Vin. Loe masih ingat aja kalo
gue suka pantai” ujarku senang.
“hehehehe.... iyalah. Apa sih yang ga gue
tau tentang loe” pipiku kembali memanas.
Kurasakan percikan air mengenai permukaan
wajahku dan langsung kupalingkan wajahku mancari siapa yang menyipratkan air
laut itu. Alvin ....
Ku lihat dia tertawa ketika wajahku merengut kesal terkena air laut. Tak mau
kalah, aku membelasnya menyipratkan air laut itu ke arahnya. Dan akhirnya
perang airpun terjadi.
Lelah siram-siraman kami memutuskan duduk
ditepi pantai sambil menunggu sunset. Alvin
bergerak merogoh salah satu sakunya dan mengeluarkan handphonenya.
“foto yuk Vi” ajaknya.
Aku mengangguk senang. Aku hampir saja lupa
mengabadikan momen-momen indah ini.
“iya ayukk... hampir aja lupa foto-foto”
seruku senang.
“yee.... maniak foto”
“biarin, wekkkq. Yaudah cepetan fotonya”
Jeprreeetttttt
Jeprreeetttttt
Jeprreeetttttt
Kami berfoto-foto dia. Telah banyak pose
kami pertontonkan, dan foto yang terakhir foto yang paling ku sukai. Alvin merangkulku hangat kemudian aku dan Alvin tersenyum manis.
Aku selalu mengingat kejadian itu. Rasanya
takkan mungkin bisa terlupakkan oleh ku. Takkan pernah.
*
Aku tersenyum lebar mengingat kejadian itu,
ingin rasanya mengulang kembali masa-masa itu. ‘Ah.... pengen ngulang lagi’
teriakku dalam hati.
Lembar berikutnya kembali ku buka. Aku
kembali tersenyum melihatnya, dan kejadian itu satu dari beberapa kejadian yang
penting dalam hidupku. Saat itu bermaca-macam perasaan berkecamuk dihatiku,
namun akhirnya rasa bahagia yang teramat kurasan.
Semua orang-orang terdekatku sekongkol
menggerjaiku. Aku yang tak sadar tengah masuk kedalam perangkap mereka
mengikuti alur permainan mereka. Huffttt.... saat itu perasaan sedih, kesal,
jengkel, marah, takut, terharu, senang menyatu menjadi satu. Dan aku tak tahu
bagaimana mengungkapkannya.
Yap... foto itu adalah foto yang diambil
ketika perayaan pesta kejutan ulang tahun untukku. Di dalam foto itu wajahku
penuh dengan krim kue. Padahal menurut ku dari pada dilempar kewajahku yang
imut ini mending dimakan. Bener ga? Hehehehehe.....
*
Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku dan
keluargaku menyempatkan untuk sarapan bersama. Ini merupakan salah satu momen
yang sangat kusukai dalam tradisi di keluargaku. Kapan lagi coba kumpul bareng
keluarga, kalau ga saat sarapan seperti ini.
“pagi semuanya.......” sapa ku, namun tak
ada satupun anggota keluarga ku yang menyahuti sapaan ku.
Aku memandang heran kearah mereka dengan
dahi yang berkerut, ‘biasanya pada jawab kalo gue sapa, pada kesambet
ya?’batinku.
Aku sukses mendudukan pantatku dikursi meja
makan. Ku pandangi satu-satu anggota keluargaku. Mulai dari Papa, Mama, Ka Iel,
dan terakhir Acha adikku. Aku semakin bingung, kenapa mereka semua?
“kalian kenapa sih, kok lihat Via
segitunya? Ada
yang aneh ya?” tak ada yang menjawab, mereka kembali sibuk dengan makanan
mereka.
Aku kembali bertanya “ma kenapa sih?”
“Via, kamu ga sadar apa yang telah kamu
lakukan terhadap keluarga kita?” tanya mamaku penuh penegasan disetiap katanya.
Aku semakin bingung, ‘emangnya aku
ngapain?’ batinku bertanya.
“emang Via ngapain ma?” tanya ku.
“udahlah Vi, ga usah banyak ngomong deh
loe. Huhhh.... ma, pa Iel diluan deh. Muak Iel disini” ujar ka Iel yang sedetik
kemudian meninggalkan meja makan.
“Acha juga” susul Acha.
‘kenapa sih mereka?’ bingungku semakin
bertambah.
“Via, papakan ga pernah ngajarin kamu
hal-hal yang burukkan ? kenapa kamu lakuin ini sama keluarga kita? Papa ga
percaya Via tega ngehancurin keluarga kita” ucap papa tegas.
“aduh pa... sumpah Via ga ngerti apa-apa.
Emang ada apa sich?” aku semakin penasaran.
Apa yang telah kulakukan sampai-sampai
seluruh anggota keluarga memandangku benci. Aku tak tahu apa yang telah
kulakukan sampai membuat mereka marah kepada ku. aku ga ngerti.
“Via, apa yang kamu lakuin kemaren sama
Laptop papa? Kenapa file penting papa hilang semua. Trus, kenapa tunggakan ATM
kamu melebihi batas wajar? Hah... jelasin ke papa?” tanya papa sedikit
membentakku.
“WHAT...?”
“cepat jelaskan sama papa” tegas papa.
“Via ga ada ngelakuin apa-apa kok pa. Via
ga negerti sama apa yang papa bilang, sumpah Via ga ngerti” aku hampir menangis
karna tuduhan papa ini.
“Via sebaiknya kamu jujur aja sama papa.
Kemaren pas papa pulang dari kantor kamukan yang megang tas kerja papa, trus
papa suruh antar ke ruang kerja papa. Iyakan?” ujar papaku lagi.
Setetes air mata jatuh dari bola mata ku
“iya Via yang ngantar tas papa, tapi Via ga ngelakuin apa-apa pa” belaku.
“jadi kenapa file penting papa hilang semua
pas papa liat di kantor. Kamu tau dampak kalakuan kamu ini ? Hah.. Tau ga? Kita
hampir aja bangkrut. Itu semua karna kamu. Trus satu lagi, tunggakan ATM kamu
melebihi batas yang bisa papa bayangkan. Dan ini memperparah keuangan kita Via”
murka papaku.
Aku tak pernah melihat papa semarah ini
samaku. Air mataku kembali menetes dengan derasnya. ‘apa yang harus kulakukan’
batinku.
“udah pa, tenang pa. Nanti penyakit jantung
papa kumat” mamaku mencoba menenangkan papa. “Via sebaiknya kamu pergi ke
sekolah sekarang juga. Ntar papa kamu tambah ngamuk liat kamu terus disini”
ujar mamaku dingin tanpa memandang aku.
‘apa ? mama juga ikut memojokkan ku? kenapa
ini bisa terjadi sama ku Tuhan? Aku tak tau kenapa bisa terjadi seperti ini
dikeluarga ku?’ batinku.
Aku melangkah gontai meninggalkan rumahku.
Aku berjalan menuju mobil dan masuk kedalamnya. Aku melirik kearah pak Danu, ia
tampak melirikku dengan tatapan sinis.
‘bahkan pak Danu juga membenciku. Kenapa
ini terjadi Tuhan? Aku merasa tak pernah melakukan semua tuduhan yang
dituduhkan mama papa kepada ku. bantu aku ya Tuhan’
Aku terus meneteskan air mata sepanjang
jalan menuju sekolah. Sesampai disekolah aku menghapus air mataku.
Kakiku mulai melangkah memasuki areal
sekolah dan aku melihat Alvin
diparkiran motor. Aku melangkah menghampirinya, mungkin Alvin bisa memberikan sedikit ketenangan dan
solusi buat ku dalam masalah yang tak pernah kulakukan ini.
Belum sampai aku melangkah ke parkiran
motor, Alvin
berbalik arah dan melihat kearahku. Aku mencoba tersenyum kearahnya, namun apa
yang ku dapatkan? Alvin
menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Aku berhenti melangkah dan saat
itu juga Alvin
pergi meninggalkanku.
‘cobaan apa lagi ini Tuhan? Kenapa semua
orang yang dekat dengan ku meninggalkanku dan bersikap acuh terhadap ku?’
batinku dan aku kembali menangis.
Aku menghapus air mata ku pelan dan
berjalan meninggalkan parkiran motor menuju ruang kelas ku. Tak lama lonceng
berbunyi yang menandakan proses belajar mengajar segera dimulai.
Saat pelajaran dimulai, fikiranku melayang
entah kemana. Aku tak fokus terhadap materi pelajaran yang disampaikan guruku
hari ini. Hingga tak terasa lonceng istirahat telah berkumandang beberapa menit
yang lalu.
Ku tolehkan kepalaku keluar jendela dan aku
mendapati sosok Alvin berjalan melewati kelasku,
tak ingin membuang waktu aku segera berlari menjumpai Alvin .
Ku tarik tangan Alvin . Dan berhasil. Ia berhenti di depanku
dan berbalik menghadapku, namun raut wajahnya seketika berubah ketika melihat
kalau akulah orang yang telah menarik tangannya. Alvin menghentakkan tangannya kuat hingga
genggaman tanganku terlepas dari tangannya. Aku memandang wajah Alvin sambil mengerutkan
kening.
“loe kenapa sih Vin? Kok ngejauhin gue
gitu?” tanyaku menatap wajah Alvin
namun ia tak mau menatap wajah ku.
“gue ada salah ya sama loe? Kalo ada, gue
minta maaf sama loe. Please, bilang kenapa loe diamin gue?” paksa ku.
Aku kembali meneteskan air mata ku, ‘apa
yang kulakukan, sampai Alvin
mengucapkan kata-kata seperti itu kepada ku?’
“gue ada salah apa sih sama loe Vin? Kasih
tau gue. Please...” mohonku.
“ngapain sih loe ngikuti gue? Ga ada
kerjaan ya loe?” bentaknya.
Aku terkisap. Alvin yang kukenal tak pernah membentak ku
seperti ini. Kini membentakku. Apa yang telah kuperbuat hingga begitu fatal
baginya. Apa?
“please Vin, jawab pertanyaan gue. Loe kenapa
jadi dingin gini sama gue?” tanya ku, air mata ku kian deras menetes hingga
membanjiri pipiku.
“jadi loe ga sadar juga? Gue ga nyangka loe
tega giniin gue. Mana Via sahabat gue yang dulu, yang ga pernah ngecewain gue.
Mana?” aku masih saja nangis dan dengerin ocehan Alvin .
“gue ga nyangka loe berubah Vi. GUE GA
NYANGKA” ucap Alvin
memberi penekanan pada akhir kalimatnya.
“sebenarnya salah gue apa sih Vin. Sumpah
gue bingung banget. Jelasin sama gue” pintaku pada Alvin yang masih berdiri didepan ku dengan
wajah merah padam menahan marah, kecewa atau apalah itu.
“oke. Kemaren loe kemana? Gue udah nunggin
loe dari jam 4 sore sampe jam 12 malam di Cafe tempat biasa kita nongkrong,
tapi loe ga datang-datang juga. Loe udah buat malu gue tau ga. Gue nungguin loe
sampe berjam-jam, sampe-sampe pelayan Cafe itu nyuruh gue pulang karna loe ga
datang-datang. Tus sekarang loe tanya apa salah loe sama gue? Huh...” Alvin menghela napas
sejenak “ trus tadi pagi ka Iel cerita kalo perusahaan bokap loe hampir
bangkrut dan itu semua karna loe yang udah ngilangi file penting bokap loe trus
make ATM ngelebihin batas. Gue ga tau kenapa SIVIA yang gue kenal sekarang
berubah drastis” ucap Alvin
memberi penekanan pada nama ku.
“gue ga pernah tau kalo loe ngajakin gue
ketemuan di Cafe, trus yang di bilang ka Iel itu gue ga ngerasa ngelakuin itu.
Please Vin percaya sama gue. Gue ga pernah ngelakuin apa yang lo tuduhin ke gue
tadi” bantahku pelan.
“gue ga nuduh. Itu semua kenyataannya. GUE
BENER-BENER KECEWA SAMA LOE” ucap Alvin
pelan dan memberi penekatan pada kalimat terakhirnya.
Aku terduduk lemas di kursi taman. Menangis
dan terus menangisi semua yang tak pernah ku lakukan. Aku tak berniat kembali
kedalam kelas. Aku berjalan kearah UKS dan berbaring disana masih dalam keadaan
menangis. Kemudian aku mengetikkan pesan singkat kepada Shilla teman sebangku
ku untuk mengizinkanku kepada guru yang mengajar.
Akhirnya lonceng pulang sekolah benbunyi.
Keadaan sekolah sudah sepi. Aku bangkit dari tidur dan pergi menuju kelas ku,
baru melangkah beberapa langkah Shilla datang menghampiri ku sambil membawa tas
ku.
“Vi loe ga papakan? Bisa pulang sendiri
atau gue anterin pulang?” tawar Shilla.
Aku menggeleng dan tersenyum “ga usah. Gue
udah ga papa kok. Loe pulang aja, gue dijemput kok” tolakku halus.
“yaudah deh. Kalau gitu gue pulang diluan
ya” aku mengangguk kembali.
Huftt..... aku berjalan pelan meninggalkan
lingkungan sekolah dan berjalan perlahan menuju gerbang sekolah. Ternyata pak
Danu sudah menjemputku. Aku menghampiri mobilku dan masuk kedalamnya.
Sepanjang perjalanan aku terus memandang
keluar jendela. Aku tak mengerti mengapa masalah ini bisa menimpahku. Dan yang
membuatku tak percaya semua orang membenciku karna masalah yang tak pernah
kulakukan sebelumnya. Aku hanya bisa pasrah setelah ini. Aku ga tahu apa yang
akan ku lakukan.
Setelah sampai dirumah. Aku berjalan pelan
dan membuka pintu rumahku.
SURPRISSEEEEEEE.........................
Teriakkan itu memenuhi telingaku, bahkan
setelahnya kudengar suara letupan-letupan kecil dan suara terompet. Aku
memandang takjub dihadapanku. Semua anggota keluargaku termasuk Alvin berada dihadapan
ku. Dan ku lihat kesekelilingku, disana sini diberi hiasan.
Aku memandang mereka tak percaya sambil
meneteskan air mata. Kemudian mereka menyanyikan lagu happy brithday untukku.
Tuhan.... Kenapa aku lupa hari ulang tahunku sendiri. Aku terus tersenyum
sambil melangkahkan kakiku menghampiri mereka semua.
Happy brithday Via
Happy brithday Via
Happy brithday, Happy brithday...
Happy brithday Via
Semua bertepuk tangan sambil tersenyum
manis kearah ku. Dan aku baru sadar kalau yang tadi pagi mereka lakukan
terhadap ku hanyalah akting. Semua pura-pura.
“ayo... Make a wish, trus tiup lilinnya”
suruh mamaku seraya mendekatkan kue tart yang dipegang ka Iel kepadaku.
Akupun memejamkan mataku dan mengucapkan
doaku.
‘semoga aku dan orang-orang yang kusayangi
bahagia selamanya. Amin’
Kemudian ku buka mata ku dan ku tiup lilin
yang berada diatas ku tart ku itu.
“selamat ya sayang ,sekarang kamu udah 17
tahun. Semakin dewasa ya sayang” ujar mamaku memelukku dan mencium keningku.
“selamat ulang tahun ya sayang. Maaf ya
tadi pagi marah-mara sama kamu, hehehehe” ucap papaku seraya menariku kadalam
pelukkannya dan mencium keningku.
Aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum
dan menangis. Menangis bahagia tentunya.
“VIAAA.... Happy Brithday ya adek ku
sayang. Semoga bawelnya berkurang” ucap ka Iel sambil memelukku erat dan
langsung dapat hadiah cubitan dari ku tepat dipinggangnya.
“Kakak PIA.... selamat ulang tahun ya.
Hehehehe.... Gimana rasanya dikerjai tadi pagi?” tanya Acha sambil memelukku
erat seperti ka Iel.
“Stres banget tau ga. Gue ga tau apa-apa
dituduh macem-macem” gerutuku kesal.
“HAHAHAHA”
Semuanya tertawa mendengar perkataanku.
“non, selamat ulang tahun ya” ucap bi Nani
menjabat tanganku.
“makasih bi”
“neng, Via selamat ulang tahun ya” ucap
mang ujang juga menjabat tangan ku.
Aku tersenyum “makasih mang”
“non, selamat ulang tahun ya” ucap pak
Danu, “maaf ikutan Sinisin non tadi pagi, hehehehe”
“makasih pak, ga papa kok. Via seneng bisa
dapat kejutan dari kalian semua” ujarku masih dengan senyum merekah.
“Vi, loe mau tau siapa yang ngerencanain
ini semua?” aku mengangguk pasti.
“tuh, dibelakang loe orangnya” akupun
berbalik dan melihat Alvin
nyengir gaje dibelakangku.
Aku langsung menatap Alvin dengan tatapan mematikan “awas loe Vin,
diterkam singa betina” celetuk ka Iel.
Aku ga menggubris. Aku tetap terus berjalan
kedepan menghampiri biang kerok dari semua ini “ kenapa loe senyam-senyum gitu?
Puaskan loe ngerjain gue?” ujarku sinis.
“hehehehe, sorry sengaja”
“Ahhh.......... Alvin loe tau ga betapa tersiksanya gue
gara-gara kerjaan loe?” aku mencak-mencak ditempat dan ku dengar cekikikan
kecil dibelakangku.
“hiks... hiks... gue tadi takut banget tau
ga pas loe bentak-bentak gue di sekolah” tangis ku sambil memeluk tubuh Alvin . “gue kira loe
beneran marah sama gue. Padahalkan loe dari kemaren ga ada sms ataupun telpon
gue bilang ketemuan di Cafe biasa kita nongkrong hiks...” Alvin mengelus pelan kepala gue.
“hehehe... Sorry ya Vi” ucap Alvin .
“ehmm.... enak banget nih ka Via dipeluk ka
Alvin . Achakan
juga pengen dipeluk”
“yeee..... ngarep loe” ujar ka Iel sambil
noyor kepala Acha.
“sakit tau” gerutu Acha memegangi kepalanya
yang ditoyor ka Iel.
Akupun melepas pelukkan ku dari Alvin , “eh, Vi kuenya kok
ga dipotong sih?” tanya ka Iel.
“yeee.... Bilang aja loe lapar ka”
“hehehe... tau aja loe Vi”
“nih ka potong” akupun memoton kuenya dan
potong pertama ku kasih sama mama papaku.
Aku kembali ingin memotong kuenya tapi
dengan kecepatan kilat tangan Alvin
menubrukkan kue tart itu ke wajahku. Alhasil wajah ku nan cantik ini penuh
dengan krim kue.
“Aahhhhhhh....... ALVVINNNNNN” teriakku,
“awas loe” sambungku.
Dan jadilah perang kue antara aku, ka
Iel,Acha dan Alvin
tentunya. Kemudian papa mengambil kameranya.
“foto dulu yuk” ajak papaku.
“yah papa, kok ga dari tadi sih pas Acha
masih cantik. Sekarangkan udah kayak orang gila, baru papa ajak Foto” gerutu
Acha.
Aku terkekeh pelan “udah ayo foto. Tetap
cantik kok loe Cha, walau cantikan gue” narsisku.
“huhhh................”
Beberapa foto sukses masuk kedalam memori
kamera yang papa pegang. Dan ini perayaan ulang tahun paling berkesan
menurutku. Aku bahagia.......
*
Senyumku kian merekah mengingat kejadian
itu. Aku makin sayang sama seluruh anggota keluarga ku.
Kembali ku buka lembar album foto itu.
Wajahku berubah menjadi sendu mengingat foto itu. Foto itu adalah foto terakhir
kalinya aku berjumpa dengan Alvin .
Foto dimana pengumuman kelulusannya. Saat itu aku dan Alvin
tersenyum lebar, dimana Alvin
dengan bangganya menjulurkan kertas yang bertuliskan kata “LULUS” kedepan
kamera menggunakan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya merangkulku. Dan
itu terjadi 4 tahun yang lalu sebelum ia memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya
di London .
Aku rindu senyumnya, aku rindu bau
tubuhnya, aku rindu semua yang ada didirinya dan aku ingin menjawab pertanyaan
terakhirnya sebelum keberangkantannya ke London .
*
“YEEE.... GUE LULUS” teriak Alvin ketika membaca surat
yang berada ditangannya.
Aku yang melihat tingkahnya hanya
tersenyum. Sedetik kemudian Alvin
menarikku kedalan pelukkannya.
“Vi gue lulus, gue lulus” ucapnya lagi.
Aku tersenyum dan mengangguk “iya Selamat
ya” ujarku memberi selamat.
“oya, foto yuk” ajak Alvin dan aku hanya mengaguk senang.
“eh, Ko fotoin gue bentar dong” Alvin memberikan
kameranya kepada Riko teman sekelasnya.
Jepretttttt
“narsis banget gaya loe Vin” ujar Riko sambil mengembalikan
kameranya.
Aku dan Alvin tersenyum melihat foto itu. Kemudian
Alvin menyimpan kembali kameranya. Dan senyum Alvin memudar seketika.
“loe kenapa? Kok sedih gitu? Seharusnya loe
senang dong. Aneh loe” cetusku heran melihat pria yang berdiri dihadapanku ini.
“gue seneng kok bisa lulus, tapi...
tapi...”
Aku mengertkan kening “tapi apa Vin?” tanya
ku penasaran.
“emm Vi, loe jangan marah ya”
Aku semakin bingung “kenapa sih? Ga usah
bikin gue tambah bingung deh” desakku.
“beberapa minggu yang lalu nyokap bokap gue
nyuruh gue ngelanjutin kuliah gue di London ”
ucap Alvin
pelan.
What...... Berarti Alvin bakal ninggalin
gue lagi dong. Akupun menggeleng pelan dan menahan air mata ku meluncur keluar.
“ga... ga... loe ga ga boleh ninggalin gue
lagi. Udah cukup loe ninggalin gue 12 tahun” tolakku “trus sekarang loe mau
pergi lagi ninggalin gue. Loe tega banget ninggalin gue Vin. Gu benci sama loe.
BENCI” aku berlari meninggalkan Alvin
dan pergi mencari taksi dan pulang kerumahku.
Sepanjang perjalanan aku menangis dan tak
lama ketika sampai di rumahku, aku berlari kedalam kamar ku sambil sesekali
menyekah air mata ku. Mamaku yang melihatku nangis heran.
“Vi, kamu kenapa sayang kok nangis gitu?”
tanya mamaku sambil mengetuk pelan pintu kamarku.
Aku tak menyaut tetap menangis sambil
memeluk gulingku. Kemudian terdengar suara Alvin dibalik pintu seraya mengetuk-ngetuk pelan
pintu kamarku.
“Vi, buka dong pintunya. Gue mau ngomong
sama loe” pinta Alvin ,
“loe jangan gini dong. Please bukain pintunya” sekali lagi Alvin berucap.
aku tetap menangis diatas tempat tidurku
tanpa berniat membukakan pintu untuknya, “loe jahat Vin, jahat. Kenapa loe mau
ninggalin gue lagi. Loe ga tau apa perasaan gue ke loe gimana? Loe jahat Vin”
gumamku pelan.
“yaudah kalo loe ga mau bukain pintunya.
Gue Cuma mau bilang besok pesawat gue berangkat jam 8 pagi. Dan gue harap loe
mau datang ketemu sama gue untuk yang terakhir kalinya” ucap Alvin
dan setelah itu tak terdengar lagi suara Alvin
dibalik pintu.
Tangisku semakin kuat “gue ga mau loe pergi
Vin. Please ngertiin gue”.
Sejak semalam aku ga keluar kamar dan pagi
ini kudengar ka Iel ngetuk pintu kamarku, “Vi loe ga mau ke bandara nemuin Alvin ?” tanyanya.
Aku diam tak menyahut “Vi, ini terakhir
kalinya loe bakal ketemu sama Alvin. Please Vi loe keluar ya” pinta ka Iel dan
aku masih diam bergeming.
“oke. Kalau itu memang keputusan loe gue ga
akan bujuk loe lagi. Gue, Acha sama Papa Mama kebandara dulu nganter Alvin ”
Aku bingung. Disatu sisi aku ga ingin Alvin meninggalkan ku dan dilain sisi aku ingin melihat Alvin walau untuk yang
terakhir kalinya. Dan aku bergegas ke kamar mandi mencuci muka ku dan mengganti
pakaianku. Kemudian berlari keluar rumah.
‘Semoga saja mereka belum berangkat ke
bandara’
Bantinku benar “tunggu gue ikut” teriakku.
Aku langsung masuk kedalam mobil dan
sedetik kemudian mobil yang dikendarain papaku melaju dengan kecepatan normal.
Aku yang tak sabar ingin cepat sampai dibandara mendesak papaku untuk menambah
kecepatan.
30 menit kemudian kami sampai dibandara.
Aku berlari mencari keberadaan Alvin .
Dimana dia? Semoga aku tak terlamabat. Aku terus berlari dan sosok yang kucari
tengah berdiri tegap melihat karah ku.
Aku langsung berlari kearahnya dan mendekap
tubuhnya erat, “akhirnya loe datang Vi. Gue kira loe ga bakalan datang ngeliat
gue?”
“sorry gue egois sama loe. Sorry” ucap ku
menangis sesenggukan.
“ga papa kok. Gue ngerti sama perasaan loe.
Karna sejujurnya gue berat ninggalin loe. Gue berat banget ninggalin kepingan
hati gue di sini” aku terdiam dan melepaskan pelukkan ku.
Aku menatap Alvin bingung, apa maksudnya coba?
Aku terdiam. Tak sanggup berkata apa-apa.
Aku ga percaya kalau perasaan ku dan Alvin
sama.
“dan loe ga perlu jawabnya sekarang. 4 tahun
lagi gue bakal balik kesini dan disaat itu loe jawab pertanyaan gue. Loe maukan
nunggu gue? Loe maukan?” aku menganggukan kepala ku pasti.
“yaudah, sekarang gue pergi ya. Loe
baik-baik ya selama ga ada gue disini” aku hanya bisa mengangguk.
*
Hufftttttt.... ini sudah 4 tahun. Dan
sampai sekarang Alvin
belum jua menampakkan batang hidungnya. Apa ia tak tahu betapa rindunya kau
terhadapnya. Sekian lama aku setia menunggunya dan sampai sekarang ia tak
muncul-muncul.
‘Apa kau melupakan janji mu Vin?’
Drrtttttt
Handphone ku bergetar. Kuraih benda mungil
itu, ternyata ada pesan masuk. Kulihat siapa pengirimnya. Tak ada di Phonebook
ku.
---
From: 08**********
Gue tunggu loe di taman dekat danau
komplek rumah loe sekarang J
---
“siapa sih ini? Ga jelas banget deh?” ku
campakkan pelan handphone ku kembali keatas ranjang ku, namun perasaan
penasaranku begitu kuat.
“hadehhh..... Kenapa gue penasaran ya.
Mending gue ke sana
deh dari pada penasaraan” putusku.
5 menit kemudian aku sampai di taman itu,
‘Mana orang yang ngirim sms itu?’ batinku.
Pandanganku menyapu seluruh area yang dapat
dijangkau pupil mataku, “huh.... awas aja ni orang ngerjain gue. Ga bakalan
selamat dia sama gue” kesalku.
“gue ga ngerjain loe kok” terdengar suara
orang yang selama ini aku rindukan.
‘Alvin ’
batin ku.
Aku membalik badan ku, dan seketika itu
juga tubuhku kaku tak bisa digerakkan. ‘benarkah ini? Aku ga lagi
mengkhayalkan?’ batinku tak percaya.
“Hello....... Via loe ga kangen apa sama
gue? Dipeluk kek guenya” sedetik kemudian aku telah berada didalam pelukan
orang yang sangat aku rindukan.
“loe kok baru pulang sekarang sih? Lama
amat? Loe ga kasian liat gue tiap hari nungguin loe, hah.....?” ucap ku menahan
air mata.
“hehehehe, sorry ya sayang”
“sayang? Emang gue siapa loe. Enak aja pake
sayang-sayang segala” hardikku dan melepaskan pelukkanku.
“oiya ya...” ucapnya sambil garuk belakang
telinganya.
“oke. Hmm....” Alvin menarik napasnya sejenak.
”Vi, gue udah nepatin janji gue ke elo. Dan
gue disini ingin ngungkapin lagi perasaan gue ke loe” Alvin merogoh saku celana jenasnya dan
mengeluarkan kotak berwarna merah dan membukanya kemudian menjulurkannya
dihadapanku “Sivia Azizah, Will you marry me?” tanyanya.
Aku terbelalak memandangnya, “dulu pas
dibandara gue nembak loe sebagai pacar gue dan sekarang gue datang ngelamar loe
jadi istri gue. Kamu mau ga jadi pendamping hidupku sekarang, esok dan
selamanya?” tanyanya yakin.
Aku menganggung-anggukkan kepalaku “Yes, I
will” akku meneteskan air mataku.
“makasih Vi. Aku sayang banget sama kamu”
“aku juga. Jangan tinggalin aku lagi ya”
“iya aku janji ga akan ninggalin kamu lagi”
Akhirnya aku dan Alvin kini bersatu. Aku ga nyangka perjalanan
cintaku akan berakhir bahagia dengan Alvin .
Aku senang banget..........
Semoga kebahagiaan ini takkan pernah luntur
seiring berjalannnya waktu.
-END-
Langganan:
Postingan (Atom)